Kamis, 26 September 2013

TIGA TEMA SENTRAL DALAM ISLAM; TUHAN, MANUSIA, DAN ALAM

Oleh : Ahmad Maimun, S.Pd.I 
Mahasiswa Pasca Sarjana Prodi Manajemen Pendidikan Islam STAIN Kudus

A.  PENDAHULUAN
Islam sebagai suatu tatanan beragama yang membahas tentang hubungan dengan Tuhan, manusia dan alam memiliki sudut pandang yang sangat sempurnya, realistis dan dapat diterima oleh siapapun. Pandangan Islam tentang Tuhan menggambarkan bagaimana keagungan Sang Pencipta. Adanya keagungan itu menambah manusia semakin beriman kepadaNya, semakin mengagungkanNya dan semakin mendekatkan diri kepadaNya. Manusia nampak kecil jika dibandingkan dengan Allah yang menciptakan jagad raya ini. Dalam Islam, konsep ketuhanan merupakan hal utama dan paling awal yang harus diperbaiki karena itu merupakan pondasi yang menopang kehidupan keislamannya nanti. Pondasi itu harus benar-benar kuat dan kokoh, karena kalau tidak itu akan mengurangi hakikat keislaman seorang manusia.  Dalam konsep Islam,  tauhid atau pengesaan Tuhan mencapai tingkatan tanzih (transedensi) dan tajrid (abstraksi) yang tinggi, sehingga bahasa dan imajinasi pikiran tidak bisa memberikan batasan yang sempurna mengenai esensi dan substansi zat ilahi.[1]
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah swt. Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di muka bumi ini. Alam semesta diciptakan untuk manusia, untuk dipelajari dan ditaklukkan, terlebih manusia sebagai khalifah fil ardh bertugas untuk mengelola salah satu bagian dari alam semesta yaitu bumi, dengan mempelajari bumi dan apa saja yang ada di sekitarnya maka rahasia kebesaran Allah akan semakin terungkap.
Al-Qur’an sudah jauh-jauh hari memberitahukan manusia bahwa terdapat bermacam kebesaran Allah dalam setiap penciptaanNya, baik dalam penciptaan manusia, hewan, tumbuhan dan semua yang ada di antara langit dan bumi, alam semesta yang begitu luas dan kompleks dengan tatanan yang teratur dan rapi tanpa ada cacat sedikitpun. Penciptaan alam adalah sebagai sarana dan prasarana bagi manusia untuk beribadah kepada Tuhan. Ali Syari’ati menyebutkan bahwa al-Qur’an menempatkan manusia dalam suatu tauhid di mana Tuhan, manusia dan alam semesta menampilkan suatu harmoni yang penuh makna dan tujuan.[2]
B.  RUMUSAN MASALAH
Dari pendahuluan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan pokok yang akan kami bahas dalam makalah ini, yaitu:
1.    Bagaimana konsep Ketuhanan dalam Pemikiran Islam?
2.    Bagaimana hakikat manusia dalam pandangan Islam?
3.    Bagaimana hakikat alam dalam pandangan Islam?
C.  PEMBAHASAN
1.    Konsep Ketuhanan dalam Pemikiran Islam
Istilah Tuhan mengalami berbagai bentuk sebutan terminology yang berbeda-beda. Ada yang menyebut God, Yang Maha Kuasa, Murbaning Dumadi,  Sang Hyang Widi dan lain sebagainya. Dalam konteks Islam, istilah Tuhan dipahami sebagai Allah, yang berasal dari bahasa Arab. Siapakah Allah? dan bagaimana wujudnya? menjadi pertanyaan dengan landasan aqli yang ujung jawabannya tidak ada batas akhirnya. Dalam dalil naqli pun tidak ditemukan adanya kejelasan tentang wujud nyata yang sebenarnya.[3]
Konsep Islam sangat mendalam dalam mentauhidkan Tuhan dan dalam melepaskan dari segala bentuk keserupaan dan kesamaan. Dengan prinsip tauhid ini, manhaj Islam memiliki keistimewaan yang membedakannya dengan semua paradigma yang ada di dalam berbagai ajaran dan filsafat non Islam. Salah satu ciri mendasar dari manhaj ini adalah ciri tauhid dan tanzihnya, yang kemudian akan menjadi pembebas bagi manusia dari segala bentuk penghambaan terhadap selain Allah.[4]
Konsep Tuhan merupakan konsep yang mendasar bagi setiap agama. Dari konsep Tuhan inilah, kemudian dijabarkan konsep-konsep lain dalam agama, baik konsep tentang manusia, konsep tentang kenabian, konsep tentang wahyu, konsep tentang alam, dan sebagainya. Karena itu, setiap berbicara tentang ”agama”, maka mau tidak mau, yang pertama kali perlu dipahami adalah konsep Tuhannya.
Konsep Tuhan dalam Islam memiliki sifat yang khas yang tidak sama dengan konsepsi Tuhan dalam agama-agama lain. Konsep Tuhan dalam Islam adalah Allah yang maha Esa, syahadat “Laa ilaaha illaallah” yang berarti tidak ada sesembahan kecuali Allah. Konsep inilah yang membedakan dengan agama-agama lain di bumi ini. Islam dalam kitabnya mengatakan langsung bahwa Tuhan yang berhak untuk diagungkan dan disembah itu hanyalah Allah saja, yang berarti meniadakan tuhan-tuhan selain Allah.
Tuhan, dalam Islam, dikenal dengan nama Allah. Lafaz 'Allah' dibaca dengan bacaan yang tertentu. Kata "Allah" tidak boleh diucapkan sembarangan, tetapi harus sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah saw. Dengan berdasarkan pada sanad  yang sampai pada Rasulullah saw  maka kaum Muslimin tidak menghadapi masalah dalam penyebutan nama Tuhan. Umat Islam juga tidak berbeda pendapat tentang nama Tuhan, bahwa nama Tuhan yang sebenarnya ialah Allah. Umat Islam tidak melakukan 'spekulasi filosofis' untuk menyebut nama Allah, karena nama itu sudah dikenalkan langsung oleh Allah melalui al-Qur’an, dan diajarkan langsung cara melafalkannya oleh Nabi Muhammad saw.
Dalam konsepsi Islam, Allah adalah nama diri (proper name) dari Zat YangMaha Kuasa, yang memiliki nama dan sifat-sifat tertentu. Sifat-sifat Allah dan nama-nama-Nya pun sudah dijelaskan dalam al-Qur’an, sehingga tidak memberikan kesempatan kepada terjadinya spekulasi akal dalam masalah ini. Tuhan orang Islam adalah jelas, yakni Allah, yang Satu, tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia.[5]
Ibrahim Al-Baijuri mengatakan bahwa ‘Allah’ adalah ‘al-ismu al-a’dham’. Allah juga merupakan nama yang khusus dan tidak ada sesuatu pun yang memiliki nama itu selain Allah. Bahkan, sejumlah ulama menyatakan, bahwa lafaz Allah adalah isim jamid, dan tidak memiliki akar kata. Kata Allah bukan ‘musytaq’ (turunan dari kata asal).[6] Dan syahadat Islam pun begitu jelas: " La ilaha illallah, Muhammadur  Rasulullah"  Syahadat Islam ini juga bersifat final dan tidak mengalami perubahan sejak zaman Rasulullah saw sampai hari kiamat. Kaum Muslim di seluruh dunia  dengan latar  menyebut dan mengucapkan nama Allah dengan cara yang sama. Karena itu, umat Islam praktis tidak mengalami perbedaan yang mendasar dalam masalah konsep 'Tuhan'.
Keberadaan Tuhan berada dalam persepsi sesuai dengan yang dipersepsikan. Dalam setiap agama diajarkan tentang Tuhan sebagai suatu prinsip dasar ajaran agama. Apakah masing-masing agama mempunyai Tuhan sendiri-sendiri. Dengan demikian, jika masing-masing agama punya Tuhan sebagaimana banyaknya agama-agama maka akan terjadi benturan antar Tuhan yang dipersepsikan terjadi adu argument antar Tuhan yang paling benar. Islam memberi isyarat bahwa jika di dunia ini ada banyak Tuhan pasti akan terjadi kerusakan di bumi dan di langit.  Al-Qur’an surat al-Anbiya’ ayat 22 menjelaskan; Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ‘Arsy dari pada apa yang mereka sifatkan.[7]
Tuhan tidak bisa dikenal dan diketahui oleh manusia secara indrawi, kenyataan bahwa Tuhan tidak bisa dikenal dan diketahui berasal dari penegasan dasar tauhid:”tidak ada yang hakiki selain Zat Maha Hakiki”. Karena Tuhan secara mutlak dan tak terbatas benar-benar Zat Maha Hakiki. Realitas Ilahi berada jauh di luar pemahaman realitas makhluk. Zat Maha Mutlak tidak bisa dicakup oleh yang relatif.
Karena Tuhan tidak bisa diketahui oleh siapapun, maka nabi Muhammad melarang orang-orang beriman untuk memikirkan Tuhan. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, beliau bersabda: “Berpikirlah tentang ciptaan Allah dan jangan berpikir tentang Zat Allah”.[8] Satu-satunya cara untuk mendekatkan kepada pemahaman yang lebih mendalam mengenai konsep tauhid ini adalah dengan menafikan segala bentuk penyerupaan dan penyamaan terhadapNya, sebagaimana disebutkan di dalam firman Allah QS. Asy-Syuura ayat 11 yang artinya : “tidak ada sesuatu apapun yang serupa denganNya. Dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Maha Melihat.”[9]
2.    Hakikat manusia dalam pandangan Islam
Manusia adalah salah satu makhluk yang paling sempurna di dalam penciptaannya dan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah yang lain. Manusia diberikan akal dan nafsu yang akan menentukan perjalanan hidup di dunia, akal untuk membedakan mana yang benar dan yang salah dan nafsu keinginan untuk berbuat baik dan jahat. Terlebih manusia diciptakan dengan maksud beribadah kepada Allah dan bertugas sebagai khalifah di muka bumi ini.[10]
Manusia dalam pandangan Islam adalah makhluk yang memiliki identitas istimewa. Ia bukan malaikat, tetapi juga bukan syaitan. Ia dapat terjatuh sehingga berkualitas seperti syaitan. Ia dengan keluhuran rohaniahnya juga dapat mencapai kualitas kemalaikatan.[11]
Keterangan asal usul manusia dalam pandangan ajaran Islam tentunya tidak lepas dari wahyu yang terekam dalam al-Qur’an dan Hadis. Proses penciptaan manusia mengalami dua tahap, yang pertama tahap pensabdaan (ucapan penciptaan) sebagai proses produksi manusia, dan yang kedua adalah proses reproduksi manusia.
Pertama proses produksi, dalam proses ini terlebih dahulu Allah menawarkan kepada makhluk yang terlebih dahulu ada yaitu malaikat dan syaitan, ketika Allah hendak menciptakan makhluk yang bernama manusia untuk dijadikan khalifah di muka bumi.[12] Dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa Adam adalah manusia yang pertama diciptakan, proses penciptaan Adam diawali dengan sabda Tuhan dengan kekuatan penciptaan  dengan sabda “jadilah maka jadi”.[13]
Dalam al-Qur’an tidak ada keterangan secara detail tentang penciptaan Adam dengan cara genetik atau proses reproduksi manusia seperti lazimnya kita ketahui sekarang. Keterangan ini menunjukkan adanya kekuasaan Tuhan di luar kemampuan manusia dan makhlukNya.[14]
Sebelum Allah menciptakan Adam,  Allah sudah menyiapkan sarana dan prasarana yang akan diperlukan Adam, yaitu langit dan bumi beserta isinya, yang kemudian manusia diperintahkan menjadi “khalifah” untuk mengatur, mengelola dan menjaga alam.
Kedua proses reproduksi, dalam proses ini dapat dipahami sebagai proses penciptaan ulang manusia setelah Adam. Setelah Tuhan menciptakan Adam, Ia menciptakan manusia yang bernama Hawa yang berjenis perempuan sebagai pasangannya. Hawa mempunyai peran sebagai pendamping Adam dan juga menjadi sarana untuk menempatkan benih manusia dari Adam ke Hawa. Dari sinilah kemudian adanya manusia yang direproduksi secara turun temurun. Al-Qur’an sesungguhnya memberikan keterangan reproduksi manusia yang sangat mengesankan, inilah satu-satunya kitab suci agama yang menjelaskan proses reproduksi manusia secara ilmiah. Dari air mani (nutfah), kemudian menjadi darah yang menempel (‘alaqah), kemudian menjadi daging (mudqah), kemudian menjadi tulang belulang yang dibungkus dengan daging (lahm) dan pada tahap ini mulai dibentuk sesuai dengan perkembangan selanjutnya.[15]
Tugas hidup manusia adalah beribadah, melaksanakan perintah, dan mengabdikan diri jiwa dan raga semata-mata hanya kepada Allah. “dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.[16] Ibadah dalam arti luas ialah setiap sikap, pandangan, ucapan dan perbuatan yang betitik tolak ikhlas dan bertujuan vertikal mencari keridhaan Allah, dan bertujuan horizontal untuk kebahagiaan dunia dan akhirat, di samping itu juga untuk menjadi rahmat bagi segenap manusia dan seluruh alam semesta di sekelilingnya.
Manusia memiliki potensi (daya kemampuan yang mungkin dikembangkan) beriman kepada Allah. Seperti dijelaskan dalam al-Qur’an
“dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku Ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)”.[17]

Dengan pengakuan pada ayat di atas, sesungguhnya sejak awal, dari tempat asalnya manusia telah mengakui Tuhan. Pengakuan dari penyaksian bahwa Allah adalah Tuhan oleh ruh yang ditiupkan ke dalam rahim wanita yang sedang mengandung itu berarti manusia mengakui pula kekuasaan Allah.
Fungsi asasi manusia adalah khalifah Allah di atas alam ini untuk menerjemahkan, menjabarkan dan membumikan sifat-sifat Allah yang serba Maha itu dalam batas-batas kemanusiaan dalam dataran kenyataan.
Manusia dijadikan khalifah karena memiliki berberapa potensi. Agama dan sains sama-sama mengakui bahwa manusia adalah makhluk yang unik. Secara fisik (jasmani) dan kejiwaan (ruhani) yang sama-sama mengakui bahwa manusia adalah makhluk yang paling sempurna dan kompleks. Perbedaannya adalah agama mengakui adanya kekuatan yang menghidupkan manusia yaitu ruh, sedangkan sains belum dapat menjelaskan adanya dimensi ruh, bahkan tidak mempercayainya karena ruh tidak dapat dijelaskan secara fisik.
Manusia mempunyai akal dan isnting yang dengannya berbagai ilmu pengetahuan lahir dengan melihat sesuatu yang nyata didukung beberapa ajaran agama, yang menjadikan manusia memang pantas untuk mengatur dan mengelola serta menjaga bumi dan alam ini.
Manusia menempati posisi sentral dalam kehidupan. Sentralitas ini ditunjukkan ketika Tuhan memilih mereka sebagai khalifahNya di bumi dan meniupkan ruhNya pada manusia pada saat penciptaannya.[18] Manusia yang berkualitas adalah mereka yang mampu menjalankan peranannya sebagai khalifah Allah di bumi.[19]
3.    Hakikat alam dalam pandangan Islam
Kata alam berasal dari bahasa Arab ’alam (عالم ) yang seakar dengan ’ilmu (علم, pengetahuan) dan alamat (مة علا, pertanda). Ketiga istilah tersebut mempunyai korelasi makna. Alam sebagai ciptaan Tuhan merupakan identitas yang penuh hikmah. Dengan memahami alam, seseorang akan memperoleh pengetahuan. Dengan pengetahuan itu, orang akan mengetahui tanda-tanda atau alamat akan adanya Tuhan. Dalam bahasa Yunani, alam disebut dengan istilah cosmos yang berarti serasi, harmonis. Karena alam itu diciptakan dalam keadaan teratur dan tidak kacau. Alam atau cosmos disebut sebagai salah satu bukti keberadaaan Tuhan, yang tertuang dalam keterangan al-Qur’an sebagai sumber pokok dan menjadi sumber pelajaran dan ajaran bagi manusia.[20]
Dari satu sisi, alam semesta dapat didefenisikan sebagai kumpulan jauhar yang tersusun dari maddah (materi) dan shurah (bentuk), yang dapat diklasifikasikan ke dalam wujud konkrit (syahadah) dan wujud abstrak (ghaib). Kemudian, dari sisi lain, alam semesta bisa juga dibagi ke dalam beberapa jenis, seperti benda-benda padat (jamadat), tumbuh-tumbuhan (nabatat), hewan (hayawanat), dan manusia.[21]
Alam diciptakan Tuhan pada hakikatnya adalah untuk menjadi sarana dan prasarana manusia untuk mencapai tujuan akhir. Manusia adalah makhluk yang dipercaya Tuhan sebagai pemegang hak pengelola alam. Sarana alam ini dipergunakan manusia untuk mengasah dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Bersamaan diciptakannya alam,  manusia dapat belajar dari fenomena alam sehingga memunculkan berbagai macam ilmu alam (sains). Tuhan menciptakan alam mempunyai peran dan tujuan sebagai tanda kebesaran kekuasaanNya. Dalam perspektif Islam, tujuan penciptaan alam semesta pada dasarnya adalah sarana untuk menghantarkan manusia pada pengetahuan dan pembuktian tentang keberadaan dan kemahakuasaan Allah.
Keberadaaan alam semesta merupakan petunjuk yang jelas tentang keberadaaan Allah. Oleh karena itu dalam mempelajari alam semesta, manusia akan sampai pada pengetahuan bahwa Allah adalah Zat yang menciptakan alam semesta.
Proses penciptaan alam oleh Tuhan dapat ditemukan dalam ayat-ayat al-Qur’an walaupun tidak ditemukan secara berurutan, namun disajikan dalam riwayat yang saling sambung-menyambung yang berada dalam beberapa tempat dalam al-Qur’an yang menunjukkan aspek-aspek tertentu dan memberikan perincian mengenai kejadian-kejadian secara berurutan.
Islam mengajak manusia untuk menggunakan kemampuan akalnya dalam menyikapi berbagai kejadian alamiah di alam semesta. Apabila kita mengarahkan pandangan ke lingkungan di sekeliling kita,  niscaya kita menemukan berbagai fenomena yang membuktikan keberadaan Sang Pencipta. Islam menantang seluruh manusia untuk memikirkan itu semua hingga mereka dapat menerima kebenaran tentang keberadaan Sang Khaliq.
Manusia mengemban amanat dari Allah sebagai khalifah untuk mengelola bumi secara bertanggungjawab. Peran penting yang diamanahkan kepada manusia adalah memakmurkan bumi (al-‘imarah) dan memelihara bumi dari upaya-upaya perusakan (ar-ri’ayah). Manusia mempunyai kewajiban kolektif untuk mengeksplorasi kekayaan bumi bagi kemanfaatan seluas-luasnya umat manusia. Melihara bumi termasuk memelihara aqidah dan akhlak manusianya, memelihara dari kebiasaan jahiliyah (merusak dan menghancurkan alam demi kepentingan sesaat) karena sumber daya manusia yang rusak akan sangat potensial merusak alam.[22]
D.  ANALISIS
Islam terbukti memang agama yang sangat luas dan detail pembahasannya, Islam membahas segala aspek kehidupan. Ketika Islam membahas tentang Tuhan maka nilai kebesaran tuhanlah yang dimunculkan, dengan maksud bahwa manusia akan semakin beriman dan tunduk patuh kepada-Nya. Ketika Islam berbicara tentang alam semesta menunjukkan bagaimana rahasia Allah tentang penciptaan-penciptaan apa yang ada di langit dan di bumi dan apa yang ada di antara keduanya, serta ketika Islam berbicara tentang manusia maka manusia diperintahkan untuk belajar dan memahami apa yang ada di sekitarnya. Sehingga nampaklah bahwa manusia sesungguhnya makhluk yang lemah dan kecil, dengan menyadari hal itu dimaksudkan manusia semakin mengagungkan sang penciptanya.
Allah menciptakan manusia di muka bumi agar manusia dapat menjadi kalifah di muka bumi tersebut. Yang dimaksud dengan khalifah ialah bahwa manusia diciptakan untuk menjadi penguasa yang mengatur apa-apa yang ada di bumi, seperti tumbuhannya, hewannya, hutannya, airnya, sungainya, gunungnya, lautnya, perikanannya dan seyogyanya manusia harus mampu memanfaatkan segala apa yang ada di bumi untuk kemaslahatannya. Jika manusia telah mampu menjalankan itu semuanya maka sunatullah yang menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi benar-benar dijalankan dengan baik oleh manusia tersebut, terutama manusia yang beriman kepada Allah.
Surat Adz dzariyat ayat 56 mengandung makna bahwa semua makhluk Allah, termasuk jin dan manusia diciptakan oleh Allah agar mereka mau mengabdikan diri, taat, tunduk, serta menyembah hanya kepada Allah. Jadi selain fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi (fungsi horizontal), manusia juga mempunya fungsi sebagai hamba yaitu menyembah penciptanya (fungsi vertikal), dalam hal ini adalah menyembah Allah karena sesungguhnya Allahlah yang menciptakan semua alam semesta ini.
Hubungan antara Tuhan, manusia dan alam sangatlah erat. Tuhan sebagai Zat yang menciptakan manusia. Manusia dan Alam sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan.  Jika peran Tuhan tidak ada, manusia dan alam tidak akan tercipta. Hubungan manusia dengan Tuhan disebut pengabdian (ibadah). Pengabdian manusia bukan untuk kepentingan Allah, Allah tidak berhajat (berkepentingan) kepada siapa pun, pengabdian itu bertujuan untuk mengembalikan manusia kepada asal penciptanya yaitu fitrah (kesucian)nya.
Maka dari itu manusia harus melihat kembali siapa dirinya. Jika manusia menyadari akan tanggung jawab yang diberikan oleh Allah swt, maka manusia akan selalu bersyukur dan akan menjalankan fungsi dan tugas sebagai khalifah di muka bumi ini dengan baik. Manusia akan benar-benar manjadi pemimpin di bumi ini dan menjaga alam ini. Kita tidak akan merusak hutan, mencemari laut dan tidak akan membuat polusi. Karena mausia sadar bahwa bumi ini sebagai ladang amal sebagai bekal menuju kehidupan yang hakiki yaitu kehidupan akhirat, dengan cara menjaga kelestarian alam ini.
Allah sebagai Sang Pencipta yang menciptakan alam beserta isinya, lalu Allah menciptakan makhluk yang bernama manusia sebagai pengurus bumi. Manusia akan dimintai pertanggung jawabannya langsung kepada Allah  tentang hasil dari kepengurusannya. Barang siapa yang beriman dan bertaqwa kepada Allah dan menjalankan amanat dengan sebaik-baiknya maka niscaya dia akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sedangkan sebaliknya siapa yang ingkar dan tidak memperdulikan perintah Allah akan mendapat murka dan laknat Allah di dunia maupun di akhirat. Dan alam ini akan menjadi saksi dihadapan Allah swt dan tidak akan ada satu orang manusiapun yang bisa memungkiri perbuatannya selama di dunia ini ketika tiba masanya hari perhitungan karena sesungguhnya Allah itu Maha Mengetahui segala sesuatu.
E.  KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, dapat kami tarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.    Konsep Tuhan dalam Islam adalah Allah yang maha Esa, syahadat “Laa ilaaha illaallah” yang berarti tidak ada sesembahan kecuali Allah. Konsep inilah yang membedakan dengan agama-agama lain di bumi ini.
2.    Dalam pandangan Islam, manusia adalah salah satu makhluk yang paling sempurna di dalam penciptaannya dan memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah yang lain. Manusia diberikan akal untuk membedakan mana yang benar dan yang salah dan nafsu keinginan untuk berbuat baik dan jahat. Terlebih manusia diciptakan dengan maksud beribadah kepada Allah dan bertugas sebagai khalifah di muka bumi.
3.    Tuhan menciptakan alam mempunyai tujuan sebagai tanda kebesaran kekuasaanNya. Dalam perspektif Islam, tujuan penciptaan alam adalah sarana untuk menghantarkan manusia pada pengetahuan dan pembuktian tentang keberadaan dan kemahakuasaan Allah.
F.   PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan, kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, saran dan kritik serta bimbingan dan arahan dari teman-teman dan bapak dosen selalu kami harapkan. Dan akhirnya, kami hanya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
G.  DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman An-Nahlawi, Ushulut tarbiyah Islamiyah wa asalibiha fil baiti wal madrasati wal mujtama’, Beirut: Dar al-Fikr al-Mu`asyir, 1983.
Abul Mudhaffar As-Sam’ani, Al-Intishar li Ashabil Hadis, Maktabah Syamilah.
Ahmad Ali Riyadi, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Penerbit Teras, 2010.
Ahmala Arifin, Tafsir Pembebasan, Yogyakarta: Aura Pustaka, 2011.
Ali Syari’ati, Kritik Islam atas Marxisme dan Sesat Pikir Barat Lainnya, terj. Husin Anis Al-Habsyi, Bandung: Mizan, 1990.
Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama RI, 1989.
Al-Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam, Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2008.
Djamaludin Darwis, Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam, Semarang: Pustaka Pelajar IAIN Walisongo, 1996.
Ibrahim Al-Baijuri, Tuhfatul Murid, Semarang: Toha Putra, t.th.,.
Muhammad Al-Buraey, Islam Landasan Alternatif, Jakarta: Rajawali, 1985.
Muhammad Imaduddin, Islam Sistem Nilai Terpadu, Jakarta: Kuning Mas, 1999.
Muhammad Imarah, Manhaj Islami, Jakarta: Al-Ghuraba, 2008.
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992.





[1] Muhammad Imarah, Manhaj Islami, Jakarta: Al-Ghuraba, 2008, hal. 3.
[2] Ali Syari’ati, Kritik Islam atas Marxisme dan Sesat Pikir Barat Lainnya, terj. Husin Anis Al-Habsyi, Bandung: Mizan, 1990, hal. 52.
[3] Ahmad Ali Riyadi, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Penerbit Teras, 2010, hal.125.
[4] Muhammad Imarah, op.cit, hal. 7.
[5] Al-Quran Surat Al-Ikhlas, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama RI, 1989, hal. 1118.
[6] Ibrahim Al-Baijuri, Tuhfatul Murid, Semarang: Toha Putra, t.th., hal. 3.
[7] Al-Quran Surat al-Anbiya’ ayat 22, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama RI, 1989, hal. 498.
[8] Abul Mudhaffar As-Sam’ani, Al-Intishar li Ashabil Hadis, Maktabah Syamilah, hal. 9.
[9] Al-Quran Surat Asy-Syuura ayat 11, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama RI, 1989, hal.784.
[10] Djamaludin Darwis, Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam, Semarang: Pustaka Pelajar IAIN Walisongo, 1996, hal. 99.
[11] Muhammad Al-Buraey, Islam Landasan Alternatif, Jakarta: Rajawali, 1985, hal. 111.
[12] Al-Quran Surat al-Baqarah ayat 30, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama RI, 1989, hal. 13.
[13] Al-Quran Surat Yaasin ayat 82, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama RI, 1989, hal. 714.
[14] Ahmad Ali Riyadi, op.cit, hal.158
[15] Al-Quran Surat al-Mukminun ayat 14, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama RI, 1989, hal. 527.
[16] Al-Quran Surat Adz-Dzariyaat  ayat 56, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama RI, 1989, hal. 852.
[17] Al-Quran Surat Al-A’raf  ayat 172, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama RI, 1989, hal. 250.
[18] Ahmala Arifin, Tafsir Pembebasan, Yogyakarta: Aura Pustaka, 2011, hal. 78.
[19] Muhammad Imaduddin, Islam Sistem Nilai Terpadu, Jakarta: Kuning Mas, 1999, hal. 182.
[20] Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992, hal. 289.
[21] Al-Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam, Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2008, hal. 4.
[22] Abdurrahman An-Nahlawi, Ushulut tarbiyah Islamiyah wa asalibiha fil baiti wal madrasati wal mujtama’, Beirut: Dar al-Fikr al-Mu`asyir, 1983, hlm. 52.

Minggu, 22 September 2013

Fungsi-fungsi Icon pada Maktabah Syamilah

Maktabah Syamilah, adalah salah satu program perpustakaan digital yang memuat ribuan kitab kuning baik karangan ulama salaf terkenal maupun ulama kholaf temporer. dan beberapa diantaranya buletin islami, kumpulan fatwa-fatwa dan memuat kitab-kitab warisan Islam dari Fikih, Hadits, Tafsir, Sastra, dan lain sebagainya. Maktabah ini sangat cocok dan mulai digunakan didunia Pesantren, atau majelis-majelis ilmu organisasi keislaman, bahkan perguruan tinggi Islam. Buku-buku yang terkandung didalam program ini seluruhnya berbahasa arab. Software gratisan ini diakui atau tidak telah membantu banyak tholabul ilmi dalam mencari referensi di bidang ilmu-ilmu keislaman. Entah berapa banyak skripsi, thesis dan disertasi yang 'memanfaatkan' kemudahaan fasilitas pencarian di Maktabah Syamilah. 

Petunjuk Fungsi tombol dalam Maktabah Syamilah
Selama ini banyak yang bingung dengan fitur atau cara penggunaan maktabah syamilah. Padahal semuanya sudah dijelaskan di bagian musa’adah. Bagi yang paham dengan bahasa arab pasti sangat mudah untuk memahaminya. Namun tidak sedikit pula yang belum bisa bahasa arab dan ingin menggunakan manfaat dari maktabah syamilah. Maka, Saya akan mencoba memberikan instruksi atau cara pengoperasian dasar dalam maktabah syamilah.

Berikut ini adalah fungsi - fungsi tombol dalam Maktabah Syamilah:

keterangan masing-masing tombol yang terdapat dalam toolbar Maktabah Syamilah tersebut. Dimulai dari paling kanan hingga ke kiri:


Membuka daftar kitab yang tersedia dalam Maktabah Syamilah Anda. Bisa juga diakses dengan cara mengklik gambar muka Maktabah Syamilah. Di bagian bawah tersedia kotak pencarian nama judul kitab.



Membuka kitab dalam versi penuh. Sebuah kitab biasanya ditampilkan dalam versi mini  (muncul dalam layar yang agak sempit karena adanya menu-menu lain) tatkala ditampilkan dari menu hasil pencarian atau kitab tafsir yang ditampilkan dari pilihan ayat al-Qur’an. Ketika itu terjadi, tombol ini dapat membuat kitab tersebut ditampilkan dalam versi penuh seolah dibuka dari daftar kitab secara langsung.


Membuka dan menutup daftar indeks sebuah kitab yang sedang dibuka.


Menutup sebuah kitab/layar yang aktif.


Melakukan pencarian kata tertentu dari halaman yang sedang aktif/terbuka.



Pencarian kata tertentu dalam al-Qur’an (Caranya akan dibahas di bawah).
Catatan: Bila tombol ini ditekan ketika sebuah kitab sedang terbuka, maka akan berubah menjadi panel pencarian kata dalam kitab yang aktif tersebut. Saya tidak menyarankan untuk mencari kata dari suatu kitab dengan tombol ini karena hasil pencarian tidak akan tampil dalam daftar, melainkan dikunjungi satu-persatu hingga tidak efisien.


Pencarian kata kunci tertentu dari koleksi kitab Maktabah Syamilah (Caranya akan dibahas di bawah).


Membuka hasil pencarian terakhir. Bila sebelumnya anda melakukan pencarian kata kunci tertentu, maka tombol ini berfungsi menampilkan hasil pencarian tersebut tatkala Maktabah Syamilah dihidupkan ulang.


Menampilkan daftar hasil pencarian yang tersimpan.


Navigasi halaman. Dari kanan ke kiri adalah: halaman pertama, halaman berikutnya, halaman sebelumnya, halaman terakhir.


Membuka panel al-Qur’an. Dari panel tersebut anda dapat membaca al-Qur’an pada bagian yang anda inginkan. Di panel bagian atas terdapat daftar kitab tafsir yang terinstal dalam koleksi Maktabah Syamilah anda. Ketika membuka suatu ayat tertentu kemudian salah satu judul kitab tafsir tersebut diklik, maka akan tampil tafsir ayat yang dimaksud dalam tafsir tersebut dalam versi tampilan mini.


Menampilkan takhrij hadith. Hanya berlaku bagi kitab yang didownload dari situs resminya dan telah di link ke kitab syarahnya.


Menampilkan versi pdf dari kitab yang sedang dibuka. Hanya berlaku bagi kitab yang didownload dari situs resminya dan telah di link ke file versi pdf-nya.


Membuka panel profil. Bila anda memblok suatu nama yang ada dalam sanad hadith kemudian anda mengklik tombol ini, maka akan muncul profil nama tersebut dengan lengkap beserta komentar para ahli takhrij tentangnya.


Impor kitab ke dalam koleksi Maktabah Syamilah. Digunakan untuk mengintegrasikan kitab baru yang didapat dari teman atau didownload dari internet ke dalam Maktabah Syamilah. (Caranya dijelaskan di bawah).


Menulis tahrir (koreksi).



Membuka panel Ghurfat al-Tahakkum yang memungkinkan anda mengatur konten Maktabah Syamilah, semisal menghapus kitab, merubah kategori dan pengaturan lain-lain.


Membuka panel pengarang. Untuk mengakses data para penulis kitab yang ada dalam koleksi Maktabah Syamilah.


Copy dan Paste. Untuk mengcopy teks tertentu, gunakan tombol ini agar rujukannya disertakan dalam teks yang di-copy.


Ekspor kitab. Digunakan untuk meng-ekstrak kitab yang menjadi koleksi Maktabah Syamilah ke dalam format lain untuk dibagikan atau dicetak. Format yang didukung antara lain: .bok,  .txt, .doc dan .pdf. (Caranya dijelaskan di bawah).



Kartu pustaka. Untuk menampilkan data kitab yang terpilih/terbuka yang meliputi informasi pengarang, jumlah jilid, penerbit, tahun penerbitan dan keterangan lain seperti cocok tidaknya kitab tersebut dengan versi aslinya/versi cetaknya. Informasi seperti ini penting bagi anda yang berniat menjadikan Maktabah Syamilah sebagai referensi karya ilmiah. Untuk standart ilmiah, sebaiknya pilih kitab yang penyusunan halamannya sesuai dengan versi cetak (muwafiq lil mathbu‘).


Live update. Digunakan untuk mengupdate koleksi kitab Maktabah Syamilah dari situs resminya. Vitur ini hanya tersedia di versi 3 yang terkoneksi dengan internet. Ketika diaktifkan, akan muncul pilihan kitab-kitab baru yang belum ada dalam koleksi Anda. Tandai/centang kitab yang hendak didownload.
Ket: Bila ada kitab yang tidak dicentang/tidak mau didownload, maka akan muncul pertanyaan yang kurang lebih isinya: “Anda memutuskan untuk tidak memilih beberapa kitab, apakah anda akan memasukkan kitab tersebut ke dalam daftar kitab yang diabaikan?” Tekan Na’am bila anda tidak mau memunculkan kitab yang diabaikan itu dalam daftar update berikutnya dan tekan La bila anda masih berniat mendownload kitab tersebut di waktu mendatang.




Setting Maktabah Syamilah. Berisi berbagai pengaturan seperti pemilihan font, warna font, warna layar, gambar latar belakang dan lain-lain.
Sumber : http://mahrusin.blogspot.com/2012/04/panduan-maktabah-syamilah.html