Oleh :
1. Jaswo, S.Pd.I NIM : 13006
2. Nur Hafid,
S.Pd.I. NIM : 13005
PROGRAM PASCASARJANA PRODI MANAJEMEN
PENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etnografi merupakan
salah satu dari sekian pendekatan dalam penelitian kualitatif. Dalam tradisi penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, etnografi
dikenal sebagai salah satu tradisi kualitatif selain penelitian biografi,
fenomenologi, grounded research, dan
studi kasus. Penelitian etnografi diidentikan dengan kerja antropologi, dengan
dasar selain sebagai founding father, penentu cikal bakal lahirnya
antropologi, juga karena karakter penelitian etnografi yang mengkaji secara
alamiah individu dan masyarakat yang hidup dalam situasi budaya tertentu.
Karena itupula etnografi dikenal sebagai naturalistic
inquiry.
Etnografi
adalah uraian dan penafsiran suatu budaya atau sistem kelompok sosial. Peneliti
menguji kelompok tersebut dan mempelajari pola perilaku, kebiasaan dan cara hidup.
Etnografi adalah sebuah proses dan hasil dari sebuah penelitian. Sebagai sebuah
proses, etnografi melibatkan pengamatan yang cukup panjang terhadap suatu
kelompok, sehingga peneliti memahami betul bagaimana kehidupan keseharian
subjek penelitian tersebut (Participant
observation, life history), yang
kemudian diperdalam dengan indepth
interview terhadap masing-masing individu dalam kelompok tersebut. Dengan
demikian penelitian etnografi menghendaki etnografer /peneliti : (1)
mempelajari arti atau makna dari setiap perilaku, bahasa, dan interaksi dalam
kelompok dalam situasi budaya tertentu,
(2) memahami budaya atau aspek budaya dengan memaksimalkan observasi dan
interpretasi perilaku manusia yang berinteraksi dengan manusia lainnya, (3)
menangkap secara penuh makna realitas budaya berdasarkan perspektif subjek
penelitian ketika menggunakan simbol-simbol tertentu dalam konteks budaya yang
spesifik.
B. Rumusan Masalah
- Apakah pengertian penelitian etnografi ?
- Bagaimana langkah-langkah penelitian etnografi ?
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN
A. Pengertian Penelitian Etnografi
Penelitian
etnografi adalah termasuk salah satu pendekatan dari penelitian kualitatif.
Penelitan etnografi di bidang pendidikan diilhami oleh penelitian sejenis yang
dikembangkan dalam bidang sosiologi dan antropologi. Penelitian etnografi
pernah dilakukan oleh peneliti bernama Jonathan Kozol, dalam rangka melukiskan
perjuangan dan impian para warga kulit hitam dalam komunitas yang miskin dan
terpinggirkan di daerah Bronx, New York.[1] Penelitian kualitatif dengan pendekatan ini
kemudian banyak diterapkan dalam meneliti lingkungan pendidikan atau
sekolah.
Menurut Miles &
Hubberman seperti yang dikutip oleh Lodico, Spaulding & Voegtle, Etnografi
berasal dari bahasa Yunani ethos dan graphos. Yang berarti
tulisan mengenai kelompok budaya. Sedangkan Menurut Le Clompte dan Schensul
etnografi adalah metode penelitian yang berguna untuk menemukan pengetahuan
yang terdapat atau terkandung dalam suatu budaya atau komunitas tertentu.[2] Menurut Gay, Mills dan Airasian,
penelitian etnografi adalah suatu studi mengenai pola budaya dan perspektif
partisipan dalam latar alamiah.[3]
Menurut Haris
seperti yang dikutip oleh Cresswell, etnografi adalah suatu desain kualitatif
dimana seorang peneliti menggambarkan dan menginterpretasikan pola nilai,
perilaku, kepercayaan dan bahasa yang dipelajari dan dianut oleh suatu kelompok
budaya. Menurut Cresswell etnografi berfokus pada keseluruhan kelompok. Seorang
etnografer meneliti pola yang diikuti satu kelompok misalnya oleh sejumlah
lebih dari 20 orang, jumlah yang lebih besar daripada yang biasa diteliti dalam
grounded theory. Namun bisa juga lebih sedikit misalnya sejumlah guru
dalam suatu sekolah namun tetap dalam lingkup keseluruhan kelompok besar (dalam
hal ini sekolah).[4]
Selanjutnya menurut
Lodico maksud penelitian etnografi adalah untuk menggali atau menemukan
esensi dari suatu kebudayaan dan keunikan beserta kompleksitas untuk bisa
melukiskan interaksi dan setting suatu kelompok.[5]
Menurut Emzir, etnografi adalah
suatu bentuk penelitian yang berfokus pada makna sosilogi melalui observasi
tertutup dari fenomena sosiokutural. Biasanya para peneliti etnografi
menfokuskan penelitiannya pada suatu masyarakat (tidak selalu secara geografis,
juga memerhatikan pekerjaan, pengangguran, dan masyarakat lainnya), pemilihan
informan yang mengetahui yang memiliki suatu pandangan/pendapat tentang
berbagai kegiatan masyarakat. Para informan tersebut diminta untuk
mengidentifikasi informan-informan lainnya yang mewakili masyarakat tersebut,
menggunakan sampling berantai untuk memperoleh suatu kelengkapan informan dalam
semua wilayah empiris penyelidikan. Informan-informan tersebut diwawancarai
berulang-ulang, menggunakan informasi dari informan-informan sebelumnya untuk memancing
klarifikasi dan tanggapan yang lebih mendalam terhadap wawancara ulang. Proses
ini dimaksudkan berhubungan dengan fenomena yang sedang diteliti.
Pemahaman-pemahaman sebjektif bahkan kolektif tentang suatu subjek ini sering
diinterpretasikan menjadi lebih berarti daripada data objektif (misalnya
perbedaan pendapat). [6]
Menurut Hammersley, sebagaimana
Emzir, etnografi adalah suatu metode penelitian ilmu sosial. Penelitian ini
sangat percaya pada ketertutupan (up-close), pengalaman pribadi, dan
partisipasi yang mungkin, tidak hanya pengamatan, oleh para peneliti yang
terlatih dalam seni etnografi. Para etnografer ini sering bekerja dalam tim
multidisipliner. Titik focus (focal point) etnografi dapat meliputi
studi intensif budaya dan bahasa. Studi intensif suatu bidang atau domain
tunggal, serta gabungan metode historis, observasi, dan wawancara. Penelitian
etnografi khusus menggunakan tiga macam pengumpulan data: wawancara, observasi,
dan dokumen. Ini pada gilirannya menghasilkan tiga jenis data: kutipan, uraian,
dan kutipan dokumen, menghasilkan dalam suatu produk: uraian naratif ini sering
meliputi tabel, diagram, dan artefak tambahan yang membantu penceritaan (to
tell “the story”).[7]
Jadi suatu
penelitian etnografi adalah penelitian kualitatif yang melakukan studi terhadap
kehidupan suatu kelompok masyarakat secara alami untuk mempelajari dan
menggambarkan pola budaya satu kelompok tertentu dalam hal kepercayaan, bahasa,
dan pandangan yang dianut bersama dalam kelompok itu.
B. Karakteristik
dan Asumsi Dasar Penelitian Etnografi
Dalam menjalankan
penelitiannya seorang etnografer harus membangun hubungan yang dekat dengan
partisipan dari objek komunitas penelitiannya. Seperti contoh etnografer
Jonathan Kozol di atas, untuk meneliti komunitas kulit hitam di Bronx, dia juga
ikut tinggal di sana selama beberapa bulan untuk bisa menyelami kehidupan
mereka. Mereka pun mulai percaya pada Kozol dan mau berbagi mengenai perasaan
terdalam mereka dan pandangan mereka tentang kemiskinan dan perbedaan warna
kulit.[8]
Penelitian
etnografi meneliti suatu proses dan hasil akhir.[9]
Akhir dari penelitian adalah membuat tulisan yang kaya akan gambaran detail dan
mendalam mengenai objek penelitan (thick description).[10] Sebagai
penelitian suatu proses, seorang etnografer melakukan participant
observation, di mana seorang peneliti melakukan eksplorasi terhadap
kegiatan hidup sehari-hari dari objek kelompoknya, melakukan pengamatan dan
mewawancarai anggota kelompok dan terlibat di dalamnya. Participant
obeservation juga berarti bahwa peneliti ikut terlibat dan ikut berperan dalam
pengamatan.[11]
Untuk keperluan
penelitian ini seorang etnografer memelukan seorang key informant atau
gatekeeper yang bisa membantu menjelaskan dan masuk ke dalam kelompok
tersebut. Selain itu seorang etnografer harus mempunyai sensitivitas tinggi
terhadap partisipan yang sedang ditelitinya, karena bisa jadi peneliti belum
familiar terhadap karakteristik mereka.
Berikut ini aspek
atau karakteristik etnografi baik yang dirangkum dari Wolcott dan Gay, Mills
dan Airasian.[12]
1.
Berlatar alami bukan eksperimen di laboratorium
2.
Peneliti meneliti tema-tema budaya tentang peran dan kehidupan sehari-hari
seseorang
3.
Interaksi yang dekat dan tatap muka dengan partisipan
4.
Mengambil data utama dari pengalaman di lapangan
5.
Menggunakan berbagai metode pengumpulan data seperti wawancara, pengamatan,
dokumen, artifak dan material visual.
6.
Peneliti menggunakan deskripsi dan detail tingkat tinggi
7.
Peneliti menyajikan ceritanya secara informal seperti seorang pendongeng
8.
Menekankan untuk mengekplorasi fenomena sosial bukan untuk menguji
hipotesis.
9.
Format keseluruhannya adalah deskriptif, analisis dan interpretasi
10.
Artikel diakhir dengan sebuah pertanyaan.
Menurut Nur Syam, ciri-ciri
penelitian etnografi adalah :
1. Deskripsi
etnografis sepenuhnya disusun sesuai dengan pandangan, pengalaman warga pribumi
(emic view)
2. Memanfaatkan
metode wawancara mendalam dan observasi terlibat.
3. Peneliti
tinggal di lapangan untuk belajar tentang budaya yang dikajinya.
4. Analisis
datanya bercorak menyeluruh (holistik) yaitu menghubungkan antarasuatu fenomena
budaya dengan fenomena budaya lainya atau menghubungkan antara suatu konsep
dengan konsep lainnya.[13]
Karakter
khas dari metode etnografi semakin menjadi jelas, ketika asumsi-asumsi yang
dibangun dan dimiliki etnografi mengarah pada pemahaman terhadap
keberadaan/peran/makna budaya dalam sebuah masyarakat. Asumsi-asumsi itu
menurut menurut Emzir (2012) dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Etnografi mengasumsikan kepentingan penelitian
yang prinsip terutama dipengaruhi oleh pemahaman cultural masyarakat.
Metodologi secara sungguh-sungguh menjamin bahwa pemahaman cultural umum akan
diidentifikasi untuk kepentingan peneliti di tangan. Interpretasi tepat
menempatkan tekanan besar pada kepentingan kausal dari pemahaman kultual
seperti itu. Terdapat suatu kemungkinan bahwa focus etnografi akan
mempertiimbangkan secara berlebihan peran persepsi budaya dan tidak
mempertimbangkan peran kausal kekuatan-kekuatan objektif.
2. Etnografi mengasumsikan suatu kemampuan mengidentifikasi
masyarakat secara relevan dari kepentingan. Dalam banyak latar, ini mungkin
menjadi sulit. Masyarakat, organisasi formal, kelompok non formal dan persepsi
tingkat local semuanya mungkin memainkan peran dalam banyak subjek yang
diteliti, dan kepentingan ini mungkin bervariasi menurut waktu, tempat dan
masalah. Terdapat suatu kemungkinan bahwa focus etnografi mungkin secara
berlebihan memandang peran budaya masyarakat dan tidak memberikan pandangan
pada peran kausal dari kekuatan psikologis individual atau bagian masyarakat.
3. Etnografi mengasumsikan peneliti mampu
memahami kelebihan cultural dari masyarakat yang diteliti, menguasai bahasa
atau jargon teknis dari kebudayaan tersebut, dan memiliki temuan yang
didasarkan pada pengetahuan komprehensif dari budaya tersebut. Terdapat suatu
bahasa bahwa peneliti mungkin memasukkan bias terhadap pandangan budayanya
sendiri.
4. Sementara tidak inheren bagi metode,
penelitian etnografi lintas budaya yang menghindari risiko asumsi yang keliru
bahwa pengukuran yang ada memiliki makna yang sama lintas budaya. [14]
C. Prinsip-Prinsip Metodologis Penelitian Etngrafi
Hammersley (1990), sebagaimana
dikutip oleh Emzir, mengemukakan tiga prinsip metodologis yang digunakan untuk
menyediakan dasar pemikiran terhadap corak metode etnografi yang spesifik.
Prinsip-prinsip ini juga merupakan dasar bagi sebagian besar kritik tentang
kegagalan penelitian kuantitatif menangkap kebenaran hakikat perilaku sosial
manusia; karena bersandar pada studi latar artifisial dan atau pada apa yang
dikatakan orang bukan pada apa yang dilakukan mereka; karena mencari untuk
mengurangi makna terhadap apa yang dapat diamati; karena reifers fenomena
sosial dengan memperlakukannya sebagai terdefinisikan lebih jelas dan lebih
statis dari yang seharusnya, dan sebagai produk mekanis dari faktor-faktor
sosial dan psikologis. Ketiga prinsip tersebut dapat dirangkum di bawah judul
naturalisme, pemahaman, dan penemuan.[15]
1. Naturalisme. Ini merupakan pandangan
bahwa tujuan penelitian sosial adalah untuk menangkap karakter perilaku manusia
yang muncul secara alami, dan bahwa ini hanya dapat diperoleh melalui kontak
langsung dengannya, bukan melalui inferensi dari apa yang dilakukan orang dalam
latar buatan seperti eksperimen atau dari apa yang mereka katakan dalam
wawancara tentang apa yang mereka lakukan.
2. Pemahaman. Yang sentral di sini adalah
alasan bahwa tindakan manusia berbeda dari perilaku objek fisik, bahkan dari
makhluk lainnya: tindakan tersebut tidak hanya berisi tanggapan stimulus,
tetapi meliputi interpretasi terhadap stimulus dan konstruksi tanggapan.
Kadang-kadang tanggapan ini mencerminkan penolakan yang lengkap terhadap konsep
kausalitas sebagai tidak dapat diterapkan dalam dunia sosial, dan desakan tegas
atas karakter yang dibangun secara bebas dari tindakan manusia dan institusi.
3. Penemuan. Corak lain dari pemikiran
etnografi adalah konsepsi proses penelitian sebagai induktif atau berdasarkan
temuan, daripada dibatasi pada pengujian hipotesis secara eksplisit. Itu
beralasan bahwa jika seseorang mendekati suatu fenomena dengan suatu set
hipotesis, mungkin dia gagal menemukan hakikat fenomena tersebut sebenarnya
dibutakan oleh asumsi yang dibangun ke dalam hipotesis tersebut.
D. Jenis Penelitian
Etnografi
Menurut Creswell,
para ahli banyak menyatakan mengenai beragam jenis penelitian etnografi, namun
Creswell sendiri membedakannya menjadi 2 bentuk yang paling popular yaitu
Etnografi realis dan etnografi kritis. Penjelasannya sebagai berikut : [16]
1.
Etnografi realis
Etnografi realis
mengemukakan suatu kondisi objektif suatu kelompok dan laporannya biasa ditulis
dalam bentuk sudut pandang sebagai orang ke-3. Seorang etnografi realis
menggambarkan fakta detail dan melaporkan apa yang diamati dan didengar dari partisipan
kelompok dengan mempertahankan objektivitas peneliti.
2. Etnografi kritis
Dewasa ini populer
juga etnograi kritis. Pendekatan etnografi kritis ini penelitian yang mencoba
merespon isu-isu sosial yang sedang berlangsung misalnya dalam masalah jender/emansipasi, kekuasaan, status quo,
ketidaksamaan hak, pemerataan dan lain sebagainya.
Jenis-Jenis
etnografi lainnya diungkapkan Gay, Mills dan Aurasian sebagai berikut:[17]
1. Etnografi Konfensional:
laporan mengenai pengalaman pekerjaan lapangan yang dilakukan etnografer.
2.
Autoetnografi: refleksi dari seseorang mengenai konteks budayanya sendiri.
3.
Mikroetnografi: studi yang memfokuskan pada aspek khusus dari latar dan
kelompok budaya.
4.
Etnografi feminis: studi mengenai perempuan dalam praktek budaya yang yang
merasakan pengekangan akan hak-haknya.
5.
Etnografi postmodern: suatu etnografi yang ditulis untuk menyatakan
keprihatinan mengenai masalah-masalah sosial terutama mengenai kelompok
marginal.
6.
Studi kasus etnografi: analisis kasus dari seseorang, kejadian, kegiatan
dalam perspektif budaya.
E. Prosedur Penelitian
Etnografi
Menurut Creswell,
walau tidak ada satu cara saja dalam menititi etnografi namum secara umum
prosedur penelitian etografi adalah sebagai berikut:[18]
1. Menentukan apakah masalah
penelitian ini adalah paling cocok didekati dengan studi etnogafi. Seperti
telah kita bahas di atas bahwa etnografi menggambarkan suatu kelompok budaya
dengan mengekloprasi kepercayaan, bahasa dan perilaku (etnografi realis);
atau juga mengkritisi isu-isu mengenai kekuasaan, perlawanan dan dominansi
(etnografi kritis).
2.
Mengidentifikasi dan menentukan lokasi dari kelompok budaya yang akan
diteliti. Kelompok sebaiknya gabungan orang-orang yang telah bersama dalam
waktu yang panjang karena disini yang akan diteliti adalah pola perilaku,
pikiran dan kepercayaan yang dianut secara bersama.
3.
Pilihlah tema kultural atau isu yang yang akan dipelajari dari suatu
kelompok. Hal ini melibatkan analisis dari kelompok budaya.
4.
Tentukan tipe etnografi yang cocok digunakan untuk memlajari konsep budaya
tersebut. Apakah etnografi realis ataukah etnografi kritis.
5.
Kumpulkan informasi dari lapangan mengenai kehidupan kelompok tersebut.
Data yang dikumpulkan bisa berupa pengamatan, pengukuran, survei, wawancara,
analisa konten, audiovisual,pemetaan dan penelitian jaringan. Setelah data
terkumpul data tersebut dipilah-pilah dan dianalisa.
6.
Yang terakhir tentunya tulisan tentang gambaran atau potret menyeluruh dari
kelompok budaya tersebut baik dari sudut pandang partisipan maupun dari sudut
pandang peneliti itu sendiri.
Peneliti etnografi secara umum mempunyai
kesamaan dengan seseorang penjelajah yang mencoba memetakan suatu wilayah hutan
belantara. Penjelajah memulai dengan suatu masalah umum, mengidentifikasi
ciri-ciri utama dari wilayah tersebut; peneliti etnografi ingin mendeskripsikan
wilayah kultural. Kemudian penjelajah mulai mengumpulkan informasi, menapak
berjalan pertama satu arah, kemudian barangkali menyelidiki rute tersebut,
selanjutnya memulai penyelidikan satu arah baru. Pada penemuan sebuah danau di
tengah sebuah hutan berpohon-pohon besar, penjelajah mungkin berjalan
mengelilinginya, kemudian berjalan melewati daerah yang sudah dikenal untuk
mengukur jarak danau dari tepi hutan tersebut. Penjelajah akan sering membaca
kompas, memeriksa arah matahari, membuat catatan tentang tanda-tanda yang
menonjol, dan menggunakan umpan balik dari setiap pengamatan untuk memodifikasi
informasi awal. Setelah beberapa minggu penyelidikan, penjelajah mungkin
mengalami kesulitan menjawab pertanyaan “Apa yang telah kamu temukan?” Seperti
seseorang peneliti etnografi, penjelajah mencari untuk mendeskripsikan suatu
area hutan belantara daripada berusaha menemukan sesuatu.
Menurut Spradley (1980: 26), s
dalam praktik bagaimana dikutip oleh Emzir, penelitian nyata perbedaan ini
dapat diungkapkan dalam dua pola penelitian. Sementara para peneliti ilmu
sosial cenderung mengikuti penyelidikan pola “linear”, peneliti etnografi
cenderung mengikuti pola “siklus”. Mari kita lihat secara singkat pada contoh
urutan linear dalam penelitian ilmu sosial, setelah itu baru kita diskusikan
pola “siklus”yang digunakan peneliti etnografi. [19]
1.
Urutan
Linear dalam Penelitian Ilmu Sosial
McCord & McCord (1958) dalam
penelitiannya tentang kriminalitas, mengikuti prosedur urutan linear (gambar
1).
Mereka menyusun suatu prosedur
penelitian untuk melihat apakah model peranan orang tua memengaruhi anak-anak
untuk mengatasi perilaku kriminal atau menghindari perilaku tersebut. Semua
detail dari penelitian mereka tidak perlu dipertimbangkan untuk mengikuti
urutan linear dari aktivitas ringkas berikut.
Tahap pertama:
mendefinisikan suatu masalah penelitian. McCord
mulai dengan mendefinisikan masalah penelitian sebagai hubungan antara
lingkungan keluarga dengan penyebab kajahatan.
Tahap kedua:
merumuskan hipotesis. Peneliti merumuskan sejumlah hipotesis penelitian tentang
hubungan antara sikap orang tua, perilaku, dan disiplin terhadap aktivitas
kriminal (atau absen dari aktivitas tersebut) dari anak-anak. Sebagai contoh,
mereka menghipotesiskan bahwa jika orang tua laki-laki menyimpang (kriminal,
kacau), penyimpangan mereka akan tercermin dalam kriminalitas di antara
anak-anak, dan “anak-anak akan meniru orang tua laki-laki yang menyimpang, jika
orang tua laki-laki menunjukkan rasa kasih sayang terhadap mereka.”
Tahap ketiga: membuat
definisi operasional. Penelitian mendefinisikan kata-kata, frase seperti
“penyimpangan” dan “model peran orang tua” dalam istilah-istilah spesifik yang
memungkinkan peneliti setuju bila mereka mengidentifikasi perilaku menyimpang.
Tahap keempat: merancang
instrumen penelitian. Penelitian menggunakan data yang telah dikumpulkan
sebelumnya dari wawancara dan observasi. Instrumen utama pada saat penelitian
adalah suatu set instruksi peringkat yang digunakan oleh “rater” yang membaca
lewat data awal ini. Instrument tidak dapat dirancang hingga tahap satu sampai
tahap tiga dilakukan.
Tahap kelima:
mengumpulkan data. Ini dilakukan dengan menggunakan satu kelompok rater
independen.
Tahap keenam:
menganalisis data. Data kemudian dipertentangkan dengan hipotesis dan diuji
untuk temuan baru yang tidak berhubungan dengan hipotesis.
Tahap ketujuh:
menggambarkan kesimpulan. Banyak kesimpulan
ditarik dari penelitian, termasuk, sebagai contoh, penyimpangan mahasiswa
tercermin dalam perilaku kriminal di kalangan anak-anak.
Tahap kedelapan:
melaporkan hasil. Bila analisis sudah
lengkap, dan kesimpulan sudah digambarkan, McMord kemudian menulis hasilnya
untuk publikasi.
Penelitian etnografi jarang
menggunakan prosedur linear semacam ini; tugas-tugas utama mengikuti semacam
pola siklus, selalu mengulangi, seperti terlihat dalam gambar 2. Berikut akan
dibicarakan masing-masing aktivitas utama dalam siklus ini.
2.
Siklus
Penelitian Etnografi
Menurut Spradley (1980: 22-35),
sebagaimana dikutip oleh Emzir prosedur penelitian etnografi bersifat siklus,
bukan bersifat urutan linear dalam penelitian ilmu sosial. Prosedur siklus
penelitian etnografi mencakup enam langkah: (1) pemilihan suatu proyek
etnografi, (2) pengajuan pertanyaan etnografi, (3) pengumpulan data etnografi,
(4) pembuatan suatu rekaman etnografi, (5) analisis data etnografi, dan (6)
penulisan sebuah etnografi. Berikut uraiannya masing-masing. [20]
a.
Pemilihan
Suatu Proyek Etnografi
Siklus dimulai dengan pemilihan
suatu proyek etnografi. Barangkali yang pertama peneliti etnografi
mempertimbangkan ruang lingkup dari penyelidikan mereka. Wolcott (1967) memilih
desa Kwakiutl di British Columbia dengan sebuah populasi standar 125 orang.
Studi Hicks tentang Little Valley (1976) difokuskan pada penyelesaian yang
berbeda dengan populasi total standar 1300 orang. Spradley dkk. melakukan penelitian
etnografi pada suatu daerah kecil perkotaan (Spradley dan Mann, 1975). Orcar
Lewist mengahabiskan beberapa tahun meneliti sebuah keluarga tunggal (1963).
Ruang lingkup penelitian dapat berjarah sepanjang satu kontinum dari etnografi
makro ke etnografi mikro.
b.
Pengajuan
Pertanyaan Etnografi
Pekerjaan lapangan etnografi
dimulai ketika Anda mulai mengajukan pertanyaan etnografi. Itu memperlihatkan
bukti yang cukup ketika pelaksanan wawancara, tetapi obsevasi yang sangat
sederhana dan entri catatan lapangan pun melibatkan pengajuan pertanyaan.
Anggap untuk sementara Anda mulai menaiki sebuah bis kota sebagai seseorang
etnografi. Bis berhenti pada sebuah persimpangan yang sibuk dan Anda mengamati
sebagai orang pemilik bis, pintu tertutup, dan pengemudi mengarahkan bis
memasuki persimpangan tersebut. Anda menunggu hingga setiap orang mendapat
tempat duduk, kemudian mencatat pertanyaan berikut dalam catatan Anda: “Tiga
orang naik bis di halte bis Snelling Avenue, seorang wanita dan dua anak
laki-laki. Masing-masing di antara mereka pergi ke tiga tempat duduk kosong
terpisah dan semua memilih tempat dekat pintu”. Anda dapat menjawab beberapa
pertanyaan implicit, pertanyaan Anda ajukan tanpa realisasinya.
1)
Siapa
yang naik bis?
2)
Apa
jenis kelamin dan berapa usia penumpang yang baru?
3)
Apa
yang mereka lakukan setelah naik bis?
4)
Di
mana setiap orang duduk?
Sebagai pengganti pertanyaan di
atas Anda dapat mengajukan pertanyaan sperti: “berapa tinggi setiap penumpang
baru? Apa yang diapaki oelh setiap penumpang? Di mana setiap orang terlihat
bergerak turun ke jalan? Pertanyaan ini akan menuntun ke arah entri yang
berbeda dalam catatan lapangan Anda.
Dalam format penelitian sosial yang
paling umum, pertanyaan yang diajukan oleh peneliti cenderung datang dari luar
pemandangan budaya. Para peneliti dari suatu pandangan budaya tertentu (ilmu
sosial professional) menggambarkan pada kerangka referensi. Mereka untuk
merumuskan pertanyaan. Mereka kamudian memandang budaya yang lain untuk
melakukan wawancara atau observasi. Tanpa merealisasikannya merka cenderung
berasumsi bahwa pertanyaan dan jawaban merupakan unsure-unsur yang terpisah
dalam pemikiran manusia. Pertanyaan selalu mengimplikasikan jawaban. Pertanyaan
dari jenis apa pun selalu mengimplikasikan pertanyaan. Ini benar, bahkan ketika
pertanyaan atau jawaban tidak dinyatakan. Dalam melakukan observasi partisipan
untuk tujuan etnografi, sebaik mungkin, kedua pertanyaan dan jawaban harus
ditemukan dalam situasi sosial yang akan diteliti.
Terdapat tiga jenis utama pertnyaan
etnografi, masing-masing mengarah pada jenis observasi yang berbeda di
lapangan. Semua jenis etnografi mulai dengan “pertanyaan deskriptif” umum/luas
seperti “Siapa orang yang ada di sini?”
“Apa yang mereka lakukan?”, dan “Apa latar fisik dari situasi sosial ini?”
Kemuadian, setelah penggunaan jenis pertanyaan ini untuk menuntun observasi
anda, dan setelah analisis data awal, Anda akan menggunakan “pertanyaan
structural” dan “pertanyaan kontras” untuk penemuan. Ini akan membimbing Anda
membuat observasi lebih terfokus.
Dalam sebuah etnografi seseorang
dapat mengajukan seub-sub pertanyaan yang berhubnungan dengan (a) suatu
deskripsi tentang konteks, (b) analisis tentang tema-tema utama, dan (c)
interpretasi perilaku kultural (Wolcott, 1994, dalam Creswell, 1998: 104).
Sebagai alternative subpertanyaan topical ini dapat mencerminkan 12 langkah
Spradley dalam Decision Research Sequencenya sebagai berikut:
1)
Apa
situasi sosial yang akan diteliti? (Memilah suatu situasi sosial)
2)
Bagaimana
seseorang melakukan observasi terhadap situasi tersebut? (Melakukan observasi
partisipan)
3)
Apakah
yang sudah terekan tentang situasi tersebut? (Membuat rekaman etnografi)
4)
Apakah
yang sudah teramati tentang situasi tersebut? (Melakukan observasi deskriptif)
5)
Apakah
domain cultural yang muncul dari studi situasi tersebut? (Melakukan analisi
domain)
6)
Apakah
lebih spesifik, observasi terfokus dapat dibuat? (Melakukan analisis taksonomi)
7)
Melihat
secara lebih selektif, observasi apa yang dapat dilakukan? (Melakukan observasi
selektif)
8)
Apa
komponen-komponen yang muncul dari observasi tersebut? (Melakukan analisis
komponen)
9)
Apa
tema-tema yang tampak? (Melakukan observasi selektif)
10) Apa inventori cultural yang tampak?
(Mengambil inventori cultural)
11) Bagaimana seseorang dapat menulis
etnografi? (Menulis sebuah etnografi) (Creswell. 1998: 104 dan Spradley, 1980:
103)
c.
Pengumpulan
Data Etnografi
Tugas utama kedua dalam siklus
penelitian etnografi adalah pengumpulan data etnografi. Dengan cara observasi
partisipan, Anda akan mengamati aktivitas orang, karakteristik fisik situasi
sosial, dan apa yang akan menjadi bagian dari temat kejadian. Selama
pelaksanaan pekerjaan lapangan, apakah seseorang mempelajari sebuah desa suku
tertentu untuk satu tahun atau pramugari pesawat udara untuk beberapa bulan,
jenis observasi akan berubah. Anda akan mulai dengan melakukan observasi akan
berubah. Anda akan mulai dengan melakukan observasi deskriptif secara umum,
mencoba memperoleh suatu tinjuan terhadap situasi sosial dan yang terjadi di
sana. Kemudian setelah perekaman dan analisis data awal Anda, Anda dapat
mempersempit penelitian Anda dan mulai melakukan observasi ulang di lapangan,
Anda akan mempu mempersempit penyelidikan Anda untuk melakukan observasi
selektif. Walaupun observasi Anda semakin terfokus, Anda akan selalu melakukan
observasi deskriptif umum hingga akhir studi lapangan Anda. Tiga jenis
observasi ini berhubungan dengan tiga jenis pertanyaan etnografi. [21]
d.
Pembuatan
Rekaman Etnografi
Langkah berikutnya dalam siklus
penelitian etnografi adalah membuat rekaman atau catatan etnografi. Tahap ini
mencakup pengambilan catatan lapangan. Pengambilan foto, pembuatan peta, dan
penggunaan cara-cara lain untuk merekam observasi Anda. Rekaman etnografi ini
membangun sebuah jembatan antara observasi dan analisis. Memang, sebagian besar
analisis Anda akan sangat tergantung pada apa yang telah Anda rekam.
e.
Analisis
Data Etnografi
Langkah berikutnya dalam siklus
tidak dapat menunggu hingga terkumpul banyak data. Dalam penelitian etnografi,
analisis merupakan suatu proses penemuan pertanyaan. Sebagai pengganti datang
ke lapangan dengan pertanyaan spesifik, peneliti etnografi menganalisis data
lapangan yang dikumpulkan dari observasi partisipan untuk menemukan pertanyaan.
Anda perlu menganalisis catatan-catatan lapangan Anda setelah setiap periode
pekerjaan lapangan untuk mengetahui apa yang akan dicari dalam periode
berikutnya dari obsevasi partisipan. Terdapat empat jenis analisis, yaitu
analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponen, dan analisis tema.
Analisis domain, yaitu memperoleh
gambaran umum dan menyeluruh dari objek penelitian atau situasi sosial. Melalui
pertanyaan umum dan pertanyaan rinci peneliti menemukan berbagai kategori atau
domain tertentu sebagai pijakan penelitian selanjutnya. Semakin banyak domain
yang dipilih, semakin banyak waktu yang diperlukan untuk penelitian.
Analisis taksonomi, yaitu
menjabarkan domain-domain yang dipilih menjadi lebih rinci untuk mengetahui
struktur internalnya. Hal ini dilakukan dengan melakukan pengamatan yang lebih
terfokus.
Analisi komponensial, yaitu mencari
cirri spesifik pada setiap struktur internal dengan cara mengontraskan
antarelemen. Hal ini dilakukan melalui observasi dan wawancara terseleksi
melalui pertanyaan yang mengontraskan.
Analisis tema budaya, yaitu mencari
hubungan di antara domain dan hubungan dengan keseluruhan, yang selanjutnya
dinyatakan ke dalam tema-tema sesuai dengan fokus dan subfokus penelitian.
Seorang peneliti etnografi
berpengalaman dapat melakukan bentuk-bentuk analisis berbeda ini secara
simultan selama periode penelitian. Peneliti pemula dapat melakukannya dalam
urutan, belajar melakukan masing-masing dalam putaran sebelum bergerak ke
analisis berikutnya. Observasi partispan dan perekaman catatan lapangan, selalu
diikuti oleh pengumpulan data, yang mengarah pada penemuan pertanyaan etnografi
baru, pengumpulan data, catatan lapangan, dan analisis data lebih lanjut.
Demikianlah siklus berlanjut hingga proyek penelitian mendekati sempurna.
f.
Penulisan
Sebuah Etnografi
Tugas utama terakhir dalam siklus
penelitian etnografi muncul ke arah akhir dari proyek penelitian. Walupun
demikian, itu dapat pula mengarah pada pertanyaan-pertanyaan baru dan
observasi-observasi lebih lanjut. Penulisan sebuah etnografi memaksa penyelidik
ke dalam suatu jenis analisis yang lebih intensif.
Penelitian etnografi melibatkan
suatu open-ended inquiry; memerlukan umpan balik yang konstan untuk
memberikan arah penelitian. Peneliti etnografi hanya dapat merencanakan dari
awal perjalanan penyelidikan mereka dalam penertian yang paling umum. Setiap
tugas utama dalam tindakan siklus penelitian sebagai sebuah kompas untuk
memelihara Anda di perjalanan. Jika Anda kacaukan etnografi dengan pola
penelitian linear yang lebih tipikal dalam ilmu sosial, Anda akan berhadapan
dengan masalah yang tidak diperlukan. Orang yang berpikir tentnag etnografi
sebagai urutan linear cenderung mengumpulkan catatan lapangan minggu demi
minggu dan segera menjadi berlimpah dengan kumpulan data yang tidak tersusun.
Mereka sulit mengetahui kapan mereka memiliki informasi yang cukup pada suatu
topik. Dan bahkan masalah yang lebih besar muncul ketika mereka menunggu semua
data terkumpul sebelum mulai menganalisis secara intensif. Pertanyaan baru
muncul dari data; seseorang tidak dapat mengajukan pertanyaan ini karena sulit
atau tidak mungkin kembali ke lapangan. Jurang dalam informasi muncul tanpa
jalan untuk mengisi data yang hilang.
Kesadaran terhadap siklus
penelitian etnografi dapat memelihara Anda dari kehilangan jalan bahkan dalam
proyek penelitian yang sangat kecil. Melakukan observasi partisipan secara
cepat menceburkan peneliti dalam suatu data primer yang luas. Itu tidak umum
bagi mahasiswa pascasarjana yang melaksanakan hanya beberapa jam seminggu untuk
mengumpulkan sepuluh sampai lima belas halaman catatan lapangan setiap minggu.
Peneliti etnografi yang menghabiskan beberapa jam sehari melakukan observasi
partisipan secara proporsional akan memiliki sejumlah besar data lapangan.
F. Instrumen Pengumpul dan Paparan Data Etnografi
Sebagaimana
layaknya penelitian kualitatf yang mengedepankan naturalitik dalam mendapatkan
data yang sifat deskriptif, maka penelitian etnografi juga memafaatkan teknik
pengumpulan data yang digunakan penelitian kualitatif pada umumnya, namun ada
beberapa teknik yang khas. Adapun instrumen pengumpul data pada penelitian
etnografi sebagai berikut:
1. Pertama, wawancara mendalam (indepth interview) merupakan serangkaian
pertanyaan yang diajukan peneliti kepada subjek penelitian. Mengingat karakter
etnografi yang naturalistic, maka bentuk pertanyaan atau wawancara yang
dilakukan merupakan pertanyaan terbuka dan sifatnya mengalir, meski demikian
untuk menjaga focus penelitian ada baiknya seorang peneliti memiliki panduan
wawancara yang sifatnya fleksibel. Setiap wawancara yang dilakukan, peneliti
harus memperdalamnya dengan cara membuat catatan hasil wawancara dan observasi.
Karena itu, kegiatan wawancara akan selalu menghasilkan pertanyaan baru yang
sifatnya memperdalam apa yang telah diterima dari subjek penelitan. Dalam
konteks memperdalam data, proses wawancara dapat dilakukan secara spontan
maupun terencana.
2. Kedua, Observasi partisipan (participant observation). Untuk mengetahui secara detail
langsung bagaimana budaya yang dimiliki individu atau sekelompok masyarakat
maka seorang peneliti eetnografi harus menjadi “orang dalam”. Menjadi “orang
dalam” akan memberi keuntungan peneliti dalam menghasilkan data yang sifatnya
natural. Peneliti akan mengetahui dan memahami apa saja yang dilakukan subjek
penelitian, prilaku keseharian, kebiasaan – kebiasaan yang dilakukan
keseharian, hingga pada pemahaman terhadap symbol-simbol kehidupan subjek
penelitian dalam keseharian yang bisa jadi orang lain tidak memahami apa
sebenarnya symbol itu. Menjadi orang dalam memberikan akses yang luar biasa
bagi peneliti untuk “menguak”semua hal tanpa sedikitpun halangan, karena subjek
penelitian akan merasa kehadiran peneliti tak ubahnya sebagai bagian dari
keluarganya, sehingga tidak ada keraguan dan hambatan bagi subjek untuk
berperilaku alami, sebagaimana layaknya dia hidup dalam keseharian. Namun
demikian, menjadi orang dalam melalui kegiatan observasi partisipan tidak
menjadikan peneliti larut hingga tidak bisa membedakan dirinya dengan diri
subjek penelitian. Posisi inilah yang harus benar-benar dijaga dalam melakukan
riset etnografi.
3. Ketiga, Diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion), merupakan kegiatan diskusi
bersama antara peneliti dengan subjek penelitian secara terarah. Dalam konteks
ini sebenarnya kemampuan peneliti untuk menyajikan isu atau tema utama,
mengemasnya dan kemudian mendiskusikan serta mengelola diskusi itu menjadi
terarah dalam arti proses diskusi tetap berada dalam wilayah tema dan tidak
terlalu melebar apalagi sampai menyertakan emosi subjek secara berlebihan
menjadi kata kunci dari proses FGD yang baik. Diskusi kelompok terarah ini bisa
diawali dengan pemilihan anggota diskusi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh
peneliti, ataupun dapat saja dilakukan dengan secara acak, namun tetap
memperhatikan “kekuatan” masing-masing peserta diskusi, mulai dari tingkat
pendidikan, intelektualitas, pengalaman bahkan keseimbangan gender. Dengan
penetapan ini, merupakan langkah untuk menghindari ketimpangan atau dominannya
satu kelompok atau individu dalam sebuah diskusi. Kemudian, dilanjutkan dengan
tema yang akan diusung peneliti, dan diskusikan secara bersama. Proses inilah
yang kemudian oleh peneliti dicatat secara rinci untuk kemudian dijadikan dasar
pijak untuk memperdalam dan memperkaya data etnografi.
4. Keempat, Sejarah hidup (Life history), merupakan catatan panjang dan rinci
sejarah hidup subjek penelitian. Melalui catatan sejarah hidup ini peneliti
etnografi akan memahami secara detail apa saja yang menjadi kehidupan subjek
penelitian dan factor-faktor yang mempengaruhinya termasuk budaya yang ada di
lingkungannya. Catatan sejarah hidup, menghendaki kemampuan peneliti untuk jeli
dalam melihat setiap detail kehidupan seseorang, sehingga tergambar dengan
jelas bagaimana “jalan” kehidupan subjek penelitian dari lahir hingga dewasa
sehingga terketemukan peristiwa-peristiwa penting yang menjadi titik balik (turning point) dalam sejarah kehidupan
subjek penelitian. Meski hampir sama dengan pola autobiografi, namun terdapat
perbedaan terutama pada upaya yang lebih kuat dalam penulisan untuk menghindari
subjektivitass penulis.
5. Kelima, analisis dokumen (Document analysis). Analisis dokumen diperlukan
untuk menjawab pertanyaan menjadi terarah, disamping menambah pemahaman dan
informasi penelitian. Mengingat dilokasi penelitian tidak semua memiliki
dokumen yang tersedia, maka ada baiknya seorang peneliti mengajukan pertanyaan
tentang informan-informan yang dapat membantu untuk memutuskan apa jenis
dokumen yang mungkin tersedia. Dengan kata lain kebutuhan dokumen bergantung
peneliti, namun peneliti harus menyadari keterbatasan dokumen, dan bisa jadi
peneliti mencoba memahami dokumen yang tersedia, yang mungkin dapat membantu
pemahaman.
Berbagai
teknik pengumpulan data yang terpapar tersebut bisa digunakan peneliti secara
bersamaan atau dipilih peneliti berdasarkan kebutuhan dan juga bergantung
peneliti dalam memaksimalkan instrument tersebut. Yang jelas, bagaimana upaya
peneliti dalam mendapatkan dan menghasilkan data etnografi yang rinci dan utuh.
Setelah
melakukan proses penggalian data dan menganalisisnya, maka langkah selanjutnya
yang harus dilakukan peneliti adalah membuat laporan etnografi. Ada enam bentuk
laporan etnografi yang dapat disajikan peneliti, yaitu : (1) ethnocentric
descriptions adalah studi yang dibentuk dengan tidak menggunakan bahasa
asli dan mengabaikan makna yang ada. Masyarakat dan cara berperilaku
dikarakteristikkan secara stereotipe; (2) social science descriptions
digunakan untuk studi yang terfokus secara teoritis pada uji hipotesis; (3)
standard ethnographies menggambarkan variasi luas yang ada pada penutur
asli dan menjelaskan konsep asli. Studi ini juga menyesuaikan kategori
analitisnya pada budaya lain; (4) monolingual ethnographies, seorang anggota
masyarakat yang dibudayakan menulis etnografi dalam bahasa aslinya. Etnografer
secara hati-hati membawa sistem semantis bahasanya dan menterjemahkan ke dalam
bahasanya; (5) life histories adalah salah satu bentuk deskripsi yang
menawarkan pemahaman terhadap budaya lain. Mereka yang melakukan studi ini akan
mengamati secara mendetail kehidupan seseorang dan proses yang menunjukkan
bagian penting dari budaya tersebut. Semua dicatat dalam bahasa asli, kemudian
diterjemahkan dan disajikan dalam bentuk yang sama sesuai dengan pencatatan; serta (6) ethnographicnovels.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penelitian
etnografi adalah penelitian
kualitatif yang melakukan studi terhadap kehidupan suatu kelompok masyarakat
secara alami untuk mempelajari dan menggambarkan pola budaya satu kelompok
tertentu dalam hal kepercayaan, bahasa, dan pandangan yang dianut bersama dalam
kelompok tersebut.
2. Langkah-langkah penelitian etnografi adalah
sebagai berikut :
a.
Menetapkan
seorang informan.
b.
Melakukan
wawancara dengan informan-informan, yaitu wawancara mendalam untuk mengetahui
tentang fenomena yang diteliti.
c.
Membuat
catatan etnografis melalui catatan harian hasil wawancara (nama informan,
tempat, waktu, tanggal, catatan hasil wawancara dan catatan refleksi).
d.
Mengajukan
pertanyaan deskriptif, yaitu pertanyaan tentang fenomena budaya yang diteliti.
e.
Melakukan
analisis wawancara etnografis, yaitu dengan membuat catatan-catatan refleksi
dan menghubungkannya dengan catatan-catatan lainnya untuk memperoleh kesamaan,
kategori sementara dan sebagainya.
f.
Membuat
analisis domain (diperoleh dari grand tour observation) yaitu melalui universal
semantic relationship. Hubungan semantis tersebut terkategori, yaitu: jenis,
ruang, sebab akibat, rasional, lokasi tindakan, cara sampai ke tujuan, fungsi,
urutan dan atribut. Untuk ini buatlah lembaran analisis domain.
g.
Mengajukan
pertanyaan struktural, yaitu pertanyaan
yang menyangkut keseluruhan dari analisis domain. Misalnya, apa saja
jenis keseluruhan perkawinan di desa ini.
h.
Membuat
analisis taksonomis: pada analisis ini sudah difokuskan pada fenomena budaya yang
diteliti, jadi pada domain tertentu, misalnya pada domain fungsi (kawin sirri).
Pemenuhan hasrat seksual, menolong
kesulitan ekonomi, pemenuhan aktualisasi diri. Masing-masing akan memiliki
subfungsi yang akan berkembang sesuai dengan penelusuran wawancara dan
dikategorikan sesuai dengan kesamaannya.
i.
Mengajukan
pertanyaan kontras, yaitu pertanyaan untuk mengungkap adanya kontras di setiap
elemen di dalam domain. Misalnya apakah ada yang berbeda pendapat dalam
menanggapi fungsi kawin sirri tersebut.
j.
Analisis
komponensial: yang dibidik oleh analisis komponensial adalah adanya
perbedaan-perbedaan di setiap elemen dalam analisis domain. Melalui contrast
questions maka akan diperoleh dimensi-dimensi kontras di dalam setiap domain.
Misalnya: pemenuhan kebutuhan seksual vs bukan pemenuhan kebutuhan seksual dan
sebagainya.
k.
Analisis
tema budaya, yaitu memahami tema budaya apa yang dominan dari suatu entitas
budaya pada masyarakat. Dari setiap domain tersebut tentunya terdapat domain
penting dan dominan, yang darinya dapat diketahui apa tema budaya yang ada di
masyarakat tersebut.
l.
Menulis
laporan etnografis, yaitu berperspektif personal voice, bahasa informal,
menerima kaidah-kaidah bahasa kualitatif.
B. Kata Penutup
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
taufiq, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah
ini.
Penulis sangat menyadari, bahwa dalam penulisan ini banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan,
pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan
masukan, kritik dan saran demi perbaikan makalah ini.
Harapan penulis semoga kata makalah ini bermanfaat bagi
penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, Paul & Hammersley, Martyn, Etnography
and Participant Observation, Strategies of Qualitative Inquiry ed. Norman K
Denzin & Yvonna S. Lincoln, (California:SAGE Publication, Inc, 1998).
Creswell, John W., Qualitative Inquiry &
Research Design, Choosing Among Five Approch ,(California: Sage
Publications, 2007).
Emzir, Metodologi
Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif, (Jakarta: RajaGrafindo,
2011).
Lodico, Marguerite G, Dean T. Spaulding, Katherine
H. Voegtle, Methods in Educational Research From Theory to Practice,
(San Fransisco: Jossey Bass, 2006).
Mills, L.R. Gay, Geoffrey E.
& Airasian, Educational Research: Competencies for analysis and application-9th.
Ed, (New Jersey: Merril-Pearson Education, 2009).
Syam, Nur, Penelitian
Etnografi Bidang Hukum Islam, http://nursyam.sunan-ampel.ac.id.
[1] Marguerite G. Lodico, Dean T. Spaulding, Katherine H. Voegtle,
Methods in Educational Research From Theory to Practice, (San Fransisco:
Jossey Bass, 2006), hal. 268.
[2] Ibid., hal. 268.
[3] L.R. Gay, Geoffrey E. Mills & Airasian, Educational
Research: Competencies for analysis and application-9th. Ed, (New Jersey: Merril-Pearson Education, 2009), hal.
404.
[4]John W. Creswell, Qualitative
Inquiry & Research Design, Choosing Among Five Approch, (California:
Sage Publications, 2007), hal. 68.
[6] Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif &
Kualitatif, (Jakarta: RajaGrafindo, 2011), hal. 144.
[7] Ibid, hal. 144.
[9] Creswell, op.cit.,
hal. 68
[10] Lodico, loc.cit., hal
268.
[11] Paul Atkinson & Martyn Hammersley, Etnography and
Participant Observation, Strategies of Qualitative Inquiry ed. Norman K
Denzin & Yvonna S. Lincoln, (California:SAGE Publication, Inc, 1998)
[12] Gay, op.cit., ha.l
406.
[13] Nur Syam, Penelitian Etnografi Bidang Hukum Islam, http://nursyam.sunan-ampel.ac.id.diakses 27
September 2013.
[15] Emzir, Op.Cit, hal. 150-152.
[16] Creswell, oc.cit.,
hal. 69-70.
[17] Gay, op.cit., tabel 16.1 hal. 407.
[18] Creswell, op.cit.,
hal. 70-72.
[19] Emzir, Op.Cit, hal. 153-154.
[20] Ibid, hal. 157-167.
[21] Emzir, Op.Cit., hal.
164.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar