Jumat, 18 Oktober 2013

PENDEKATAN ANTROPOLOGI DALAM STUDI ISLAM

Oleh : Surikin, S.Ag. 
(Mahasiswa Manajemen Pendidikan Islam Kelas A) 



I.       PENDAHULUAN
A.   Latar belakang
Adanya pemahaman yang sempit terhadap Islam  (Al-Qur’an dan Hadis) membuat umat Islam makin jauh tertinggal dibanding dengan umat yang lain (non Islam). Baik dari segi ilmu pengetahuan, politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Pemahaman yang sempit tersebut juga menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam, sehingga Islam makin lemah dalam percaturan kehidupan negara-negara dunia.
Islam yang dulu pernah mencapai puncak kejayaannya, perlu dibangkitkan kembali melalui pola-pola pemahaman dan pola-pola pikir umatnya yang lebih luas, mendalam, sistematis dan kreatif tanpa harus merubah nilai-nilai dasar yang ada di dalamnya. Penelitian-penelitian tentang Islam yang dulu dianggap tabu, sekarang perlu ditumbuhkembangkan guna mencapai Islam yang benar-benar kaffah dan rahmatan lil ‘alamin. Para ilmuwan Islam tidak perlu lagi terbelenggu pada perbedaan madhab, karena perbedaan itu merupakan sesuatu yang manusiawi dan sebagai rahmat bagi Allah.
Pemahaman isi Al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber utama ajaran Islam tidak lagi terbatas pada pemahaman tekstual/tersurat saja, tetapi perlu dikembangkan ke arah pemahaman yang kontekstual/tersirat. Dengan kata lain, pendekatan yang digunakan dalam studi Islam dan keislaman tidak lagi hanya menggunakan pendekatan normatifitas saja, tetapi perlu dan sangat penting untuk menggunakan jenis-jenis pendekatan lain yang dapat diterima oleh masyarakat yang sangat majemuk/kompleks. Agar Islam dapat diterima, dipelajari, dipahami dan diamalkan  ajarannya oleh umat manusia yang tersebar diseluruh penjuru dunia yang berbeda-beda suku, adat istiadat, ras, bahasa, letak geografis, dan lainnya, maka perlu tindakan nyata yang lebih arif dan bijaksana dari para ilmuwan Islam.
Dengan pendekatan-pendekatan yang sesuai dalam studi Islam dan keislaman, maka diharapkan akan tercapai Islam yang ideal dan benar-benar menjadi rahmatan lil ‘alamin.  Dalam hal ini,  para ilmuwan mengemukakan beberapa pendekatan dalam studi Islam yang dapat diterapkan yaitu pendekatan teologis normatis, antropologis, sosiologis, filosofis, historis, kebudayaan dan psikologi.[1]  Dengan berbagai pendekatan ini, diharapkan umat Islam akan terbebas dari belenggu yang senantiasa mengungkungnya.
Salah satu pendekatan yang perlu diterapkan dalam studi Islam adalah pendekatan antropologi. Antropologi seperti semua disiplin ilmu pengetahuan lainnya, harus membebaskan dirinya dari visi yang sempit. Ia harus mempelajari sesuatu yang baru, sederhana, tetapi kebenaran yang primordinal dari semua ilmu pengetahuan yaitu kebenaran pertama Islam.[2] Untuk mengetahui lebih jauh tentang apa itu antropologi dan pendekatan antropologi dalam studi agama, serta bagaimana implementasi pendekatan antropologi dalam studi Islam, maka penulis berusaha untuk mengkaji dan mengungkap lebih jauh tentang “Pendekatan Antropologi dalam Studi Islam”.

B.   Perumusan masalah
Beberapa permasalahan pokok yang perlu diuraikan dalam pembahasan ini antara lain :
1.    Apa itu antropologi dan pendekatan antropologi?
2.    Meliputi apa saja obyek kajian dalam pendekatan antropologi?
3.    Bagaimakah cara kerja pendekatan antropologi dalam studi Islam?
4.    Bagaimanakan contoh rancangan penelitian yang menggunakan pendekatan antropologi dalam studi Islam?
5.    Adakah signifikasi antropologi sebagai pendekatan studi Islam

II.     PEMBAHASAN
A.      Pengertian antropologi dan pendekatan antropologi
1.    Pengertian antropologi
Antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti "manusia", dan logos yang berarti ilmu.[3]  Kata antropologi dalam bahasa Inggris yaitu anthropology” yang didefinisikan sebagai the social science that studies the origins and social relationships of human beings atau the science of the structure and functions of the human body.[4]  yaitu (ilmu sosial yang mempelajari asal-usul dan hubungan sosial manusia atau Ilmu tentang struktur dan fungsi tubuh manusia). Antropologi juga bisa diartikan sebagai ilmu tentang manusia, khususnya tentang asal-usul, aneka warna bentuk fisik, adat istiadat, dan kepercayaannya pada masa lampau.[5] Menurut Koentjaraningrat antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.[6]   Dari beberapa pengertian seperti yang telah dikemukakan, dapat disusun suatu pengertian yang sederhana bahwa antropologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari tentang manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkannya, sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda.

2.    Pengertian pendekatan antropologi
Dalam dunia ilmu pengetahuan makna dari istilah pendekatan adalah sama dengan metodologi, yaitu sudut pandang atau cara melihat dan memperlakukan sesuatu yang menjadi perhatian atau masalah yang dikaji. Bersamaan dengan itu, makna metodologi juga mencakup berbagai teknik yang digunakan untuk melakukan penelitian atau pengumpulan data sesuai dengan cara melihat dan memperlakukan masalah yang dikaji. Dengan demikian, pengertian pendekatan atau metodologi bukan hanya diartikan sebagai sudut pandang atau cara melihat sesuatu permasalahan yang menjadi perhatian tetapi juga mencakup pengertian metode-metode atau teknik-teknik penelitian yang sesuai dengan pendekatan tersebut.[7]  
Islam adalah agama samawi yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Islam tidak hanya diperuntukkan kepada Nabi Saw, tetapi juga untuk umatnya (manusia). Supaya Islam dapat diterima dan ajarannya dipahami serta dilaksanakan oleh umat manusia, maka didalam penyampaiannya harus menggunakan pendekatan atau metodologi yang pas dan sesuai. Jika tidak, maka dikhawatirkan dalam waktu yang tidak lama Islam hanya tinggal namanya saja.  Hal ini perlu disadari oleh para ilmuwan muslim. Dan karena agama itu sangat erat hubungannya dengan manusia, maka pendekatan antropologi sangat penting untuk diterapkan didalam studi Islam.
Pendekatan antropologi dapat diartikan sebagai suatu sudut pandang atau cara melihat dan memperlakukan sesuatu gejala yang menjadi per­hatian terkait bentuk fisik dan kebudayaan sebagai hasil dari cipta, karsa dan rasa manusia.

B.       Obyek kajian dalam Pendekatan antropologi
Ditinjau dari pengertian antropologi tersebut, obyek kajian dalam antropologi mencakup 2 (dua) hal yaitu :
1.        Keanekaragaman bentuk fisik manusia.
2.        Keanekaragaman budaya/kebudayaan sebagai hasil dari cipta, karsa dan rasa manusia.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang mengatakan bahwa secara umum obyek kajian antropologi dapat dibagi menjadi dua bidang, yaitu antropologi fisik yang mengkaji makhluk manusia sebagai organisme biologis, dan antropologi budaya dengan tiga cabangnya: arkeologi, linguistik dan etnografi. Meski antropologi fisik menyibukan diri dalam usahanya melacak asal usul nenek moyang manusia serta memusatkan studi terhadap variasi umat manusia, tetapi pekerjaan para ahli di bidang ini sesungguhnya menyediakan kerangka yang diperlukan oleh antropologi budaya. Sebab tidak ada kebudayaan tanpa manusia. [8]
Jika budaya tersebut dikaitkan dengan agama, maka agama yang dipelajari adalah agama sebagai fenomena budaya, bukan ajaran agama yang datang dari Allah. Antropologi tidak membahas salah benarnya suatu agama dan segenap perangkatnya, seperti kepercayaan, ritual dan kepercayaan kepada yang sakral,[9]  wilayah antropologi hanya terbatas pada kajian terhadap fenomena yang muncul. Menurut Atho Mudzhar,[10]  ada lima fenomena agama yang dapat dikaji, yaitu:
1.        Scripture atau naskah atau sumber ajaran dan simbol agama.
2.        Para penganut atau pemimpin atau pemuka agama, yakni sikap, perilaku dan penghayatan para penganutnya.
3.        Ritus, lembaga dan ibadat, seperti shalat, haji, puasa, perkawinan dan waris.
4.        Alat-alat seperti masjid, gereja, lonceng, peci dan semacamnya.
5.        Organisasi keagamaan tempat para penganut agama berkumpul dan berperan, seperti Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, Gereja Protestan, Syi’ah dan lain-lain.
Kelima obyek di atas dapat dikaji dengan pendekatan antropologi, karena kelima obyek tersebut memiliki unsur budaya dari hasil pikiran dan kreasi manusia.

C.       Pendekatan antropologi dalam studi Islam (agama)
Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama nampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan dalam disiplin ilmu agama. Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan Dawam Raharjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif. Dari sini timbul kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya induktif yang mengimbangi pendekatan deduktif sebagaimana digunakan dalam pengamatan sosiologis. Penelitian antropologis yang induktif dan grounded, yaitu turun ke lapangan tanpa berpijak pada, atau setidak-tidaknya dengan upaya membebaskan diri dari kungkungan teori-teori formal yang pada dasarnya sangat abstrak sebagaimana yang dilakukan di bidang sosiologi dan lebih-lebih ekonomi yang menggunakan model-model matematis, banyak juga memberi sumbangan kepada penelitian historis.[11]
Penelitian antropologi agama harus dibedakan dari pendekatan-pendekatan lain. Para peneliti antropologi harus melakukan atau menawarkan sesuatu yang lain dari yang lain. Ia harus menimbulkan pertanyaan sendiri yang spesifik, berasal dari perspektif sendiri yang spesifik, dan mempraktekkan metode sendiri yang spesifik pula. Antropologi dapat dianggap sebagai ilmu keragaman manusia, dalam tubuh mereka dan perilaku mereka. Dengan demikian, antropologi agama akan menjadi penyelidikan scientific keragaman agama manusia. Sebagaimana ungkapan yang berbunyi :
The anthropological study of religion must be distinguished and  distinguishable from  these  other approaches in some meaningful ways; it must do or offer something that the others do not. It must raise its own specific questions, come  from its own specific perspective, and practice its own specific  method. Anthropology can best be thought of as the science  of the diversity of humans, in their bodies  and their behavior. Thus, the anthropology of religion will be the scien-tific investigation of the  diversity of human religions.[12]
Antropologi, sebagai sebuah ilmu yang mempelajari manusia, menjadi sangat penting untuk memahami agama. Antropologi mempelajari tentang manusia dan segala perilaku mereka untuk dapat memahami perbedaan kebudayaan manusia. Dibekali dengan pendekatan yang holistik dan komitmen antropologi akan pemahaman tentang manusia, maka sesungguhnya antropologi merupakan ilmu yang penting untuk mempelajari agama dan interaksi sosialnya dengan berbagai budaya.
Posisi penting manusia dalam Islam juga mengindikasikan bahwa sesungguhnya persoalan utama dalam memahami agama Islam adalah bagaimana memahami manusia. Persoalan-persoalan yang dialami manusia adalah sesungguhnya persoalan agama yang sebenarnya. Pergumulan dalam kehidupan kemanusiaan pada dasarnya adalah pergumulan keagamaannya. Para antropolog menjelaskan keberadaan agama dalam kehidupan manusia dengan membedakan apa yang mereka sebut sebagai 'common sense' dan 'religious atau mystical event.' Dalam satu sisi common sense mencerminkan kegiatan sehari-hari yang biasa diselesaikan dengan pertimbangan rasional ataupun dengan bantuan teknologi, sementera itu religious sense adalah kegiatan atau kejadian yang terjadi di luar jangkauan kemampuan nalar maupun teknologi.
Dengan demikian memahami Islam yang telah berproses dalam sejarah dan budaya tidak akan lengkap tanpa memahami manusia. Karena realitas keagamaan sesungguhnya adalah realitas kemanusiaan yang mengejawantah dalam dunia nyata. Terlebih dari itu, makna hakiki dari keberagamaan adalah terletak pada interpretasi dan pengamalan agama. Oleh karena itu, antropologi sangat diperlukan untuk memahami Islam, sebagai alat untuk memahami realitas kemanusiaan dan memahami Islam yang telah dipraktikkan-Islam that is practised-yang menjadi gambaran sesungguhnya dari keberagamaan manusia. Karena begitu pentingnya penggunaan pendekatan antropologi dalam studi Islam (agama), maka Amin Abdullah mengemukakan 4 ciri fundamental cara kerja pendekatan antropologi terhadap agama,[13] yaitu :
1.        Bercorak descriptive, bukannya normative.
2.        Yang terpokok dilihat oleh pendekatan antropologi  adalah local practices , yaitu praktik konkrit dan nyata di lapangan.
3.        Antropologi selalu mencari keterhubungan dan keterkaitan antar berbagai domain kehidupan  secara lebih utuh (connections across social domains).
4.        Comparative, artinya studi dan pendekatan antropologi memerlukan perbandingan dari berbagai tradisi, sosial, budaya dan agama-agama.

1)        Bercorak descriptive, bukannya normative.
Pendekatan antropologi  bermula dan diawali dari kerja lapangan  (field work),  berhubungan  dengan orang, masyarakat, kelompok  setempat yang diamati  dan diobservasi dalam jangka waktu yang lama dan mendalam.  Inilah yang biasa disebut dengan  thick description (pengamatan dan observasi di lapangan yang dilakukan secara serius, terstuktur, mendalam dan berkesinambungan).  Thick description dilakukan  dengan cara antara lain Living in , yaitu  hidup bersama masyarakat yang diteliti, mengikuti  ritme dan pola hidup sehari-hari mereka dalam waktu yang cukup lama. Bisa berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bisa bertahun-tahun, jika ingin memperoleh hasil yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkansecara akademik.  John R Bowen, misalnya, melakukan penelitian antropologi  masyrakat muslim Gayo,di  Sumatra, selama bertahun-tahun. Begitu juga dilakukan oleh para antropolog kenamaan yang lain, seperti Clifford Geertz.  Field note research (penelitian melalui pengumpulan catatan  lapangan) dan bukannya  studi teks atau pilologi seperti yang biasa dilakukan oleh para orientalis adalah andalan utama antropolog.[14]

2)        Yang terpokok dilihat oleh pendekatan antropologi  adalah local practices , yaitu praktik konkrit dan nyata di lapangan.
Praktik hidup yang dilakukan sehari-hari,  agenda mingguan, bulanan dan tahunan, lebih -lebih ketika manusia melewati hari-hari  atau peristiwa-peristiwa penting dalam menjalani  kehidupan. Ritus-ritus atau amalan-amalan apa saja yang dilakukan untuk melewati peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan tersebut  (rites de pessages) ? Persitiwa  kelahiran, perkawinan, kematian, penguburan .  Apa yang dilakukan oleh manusia ketika menghadapi dan menjalani ritme kehidupan yang sangat penting tersebut?[15]

3)        Antropologi selalu mencari keterhubungan dan keterkaitan antar berbagai domain kehidupan  secara lebih utuh (connections across social domains).
Bagaimana hubungan antara wilayah  ekonomi,  sosial, agama, budaya dan politik.  Kehidupan tidak dapat dipisah-pisah. Keutuhan dan kesalingterkaitan antar berbagai domain kehidupan manusia. Hampir-hampir tidak ada satu domain wilayah kehidupan yang dapat berdiri sendiri, terlepas dan  tanpa terkait dan terhubung dengan lainnya.[16]

4)        Comparative
Studi dan pendekatan antropologi memerlukan perbandingan dari berbagai tradisi, sosial, budaya dan agama-agama.  Talal Asad menegaskan lagi disini bahwa “What is distinctive about modern anthropology is the comparisons of embedded concepts (representation) between societies differently located in time or space. The important thing in this comparative analysis is not their origin (Western or non-Western), but the forms of life that articulate them, the power they release or disable.” Setidaknya,  Cliffort Geertz pernah memberi contoh bagaimana dia membandingkan kehidupan Islam di Indonesia dan Marokko.  Bukan sekedar untuk mencari kesamaan dan perbedaan, tetapi yang terpokok adalah untuk memperkaya perspektif  dan memperdalam bobot kajian.  Dalam dunia global seperti saat sekarang ini, studi komparatif sangat membantu memberi perspektif baru  baik dari kalangan outsider maupun insider.
Meskipun menyebut local practices untuk era globalisasi sekarang adalah debatable, tetapi ada empat rangkaian tindakan  keagamaan yang perlu dicermati oleh penelitian antropologi. Pertama, adalah bagaimana  seseorang dan atau kelompok melakukan praktik-praktik lokal dalam mata rantai tindakan keagamaan  yang terkait dengan dimensi social, ekonomi, politik, dan budaya.  Sebagai contoh ada ritus baru yang disebut “walimah al-Safar”, yang biasa dilakukan orang  sebelum  berangkat haji. Apa makna praktik dan tindakan lokal ini dalam keterkaitannya dengan agama, sosial, ekonomi, politik dan budaya? Religious ideas yang diperoleh  dari teks atau ajaran pasti ada di balik tindakan ini. Bagaimana tindakan ini membentuk emosi  dan menjalankan  fungsi sosial dalam kehidupan yang luas?.  Bagaimana walimah safar yang tidak saja dilakukan di rumah tetapi juga  di laksanakan di pendopo kabupaten? Oleh karenanya, keterkaitan dan keterhubungan antara local practices, religious ideas, emosi  individu dan kelompok maupun kepentingan sosial – poilitik tidak dapat dihindari.  Semuanya membentuk satu tindakan yang utuh.[17]

D.      Contoh Rancangan Penelitian yang Menggunakan Pendekatan Antropologi
Salah satu contoh penelitian yang akan dikemukakan pada bagian ini adalah runtuhnya Daulat Bani Umayah dan bangkitnya Daulat Bani Abasiyah. Untuk membahas topik ini, M. Atho Mudzhar[18] menyarankan sedikitnya ada empat hal yang harus diperhatikan dan diperjelas dalam rancangan penelitian, yaitu: rumusan masalah, arti penting penelitian, metode penelitian dan literatur yang digunakan. Keempat hal tersebut akan dirincikan secara singkat sebagai berikut:
Pertama: rumusan masalahnya adalah faktor-faktor apa saja yang menyebabkan jatuhnya Bani Umayah dan bangkitnya Bani Abasiyah? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, harus dirumuskan faktor penyebab runtuh atau bangkitnya dinasti, dan aspek apa saja yang akan dilihat.
Kedua: menjelaskan signifikasi penelitian, seperti menjelaskan maksud penelitian (sesuatu yang belum pernah diteliti atau dibahas sebelumnya) dan kontribusi apa yang diperoleh dari hasil penelitian setelah dilakukan nantinya.
Ketiga: metode yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian dengan merinci hal-hal seperti: bentuk dan sumber informasi serta cara mendapatkannya, memahami dan menganalisa informasi serta cara pemaparannya.
Keempat: melakukan telaah pustaka dan membuat rangkuman dari teori yang telah dipaparkan. Setelah itu, seorang peneliti harus mengetahui apa saja yang belum dibicarakan, dan dari sinilah akan diperoleh kontribusi dari hasil penemuan penelitian.

E.    Signifikasi Antropologi Sebagai Pendekatan Studi Islam
Dengan menggunakan pendekatan antropologis dalam memahami agama, ternyata banyak diketahui keterkaitan antara agama dan berbagai hal yang menyangkut manusia. Hal ini banyak diungkapkan oleh Abuddin Nata,[19] yaitu :
1.        Ditemukan adanya hubungan positif antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik, yang mana golongan masyarakat yang kurang mampu atau miskin lebih tertarik kepada gerakan-gerakan keagamaan yang bersifat mesianis yang menjanjikan perubahan tatanan sosial kemasyarakatan. Sedangkan golongan orang kaya lebih cenderung untuk mempertahankan tatanan masyarakat yang sudah mapan secara ekonomi lantaran tatanan itu menguntungkan pihaknya.
2.        Agama ternyata berkorelasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat.
3.        Agama mempunyai hubungan dengan mekanisme pengorganisasian dalam masyarakat, seperti penelitian yang dilakukan oleh Clifford Geert dalam bukunya The Religion of Java yang membagi klasifikasi sosial masyarakat Muslim di Jawa menjadi 3 yaitu santri, priyayi dan abangan.
4.        Melalui pendekatan antropologis fenomenologis terlihat adanya hubungan antara agama dan negara (state and religion). Seperti terjadi di Indonesia yang penduduknya mayoritas beragama Islam, tetapi menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal.
5.        Adanya keterkaitan antara agama dengan psikoterapi, seperti pendapat Segmund Freud yang menghubungkan agama dengan Oedipus Complex, yakni pengalaman infantil seorang anak yang tidak berdaya di hadapan kekuatan dan kekuasaan bapaknya.
Jadi jelas bahwa agama memang banyak berhubungan dengan berbagai masalah kehidupan manusia dan untuk mengetahui itu semua dibutuhkan pendekatan antropologi. Termasuk juga dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, karena dalam ajaran agama banyak informasi dan uraian yang dapat dijelaskan melalui ilmu antropologi dengan cabang-cabangnya.

III.    PENUTUP
1.    Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah diuraikan secara panjang lebar, dapat disimpulkan bahwa :
a.         Antropologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari tentang manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkannya, sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda.
b.        Ada 5 fenomena agama yang menjadi obyek kajian dalam Pendekatan antropologi, yaitu :
1)   Scripture atau naskah atau sumber ajaran dan simbol agama.
2)   Para penganut atau pemimpin atau pemuka agama, yakni sikap, perilaku dan penghayatan para penganutnya.
3)   Ritus, lembaga dan ibadat, seperti shalat, haji, puasa, perkawinan dan waris.
4)   Alat-alat seperti masjid, gereja, lonceng, peci dan semacamnya.
5)   Organisasi keagamaan tempat para penganut agama berkumpul dan berperan, seperti Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, Gereja Protestan, Syi’ah dan lain-lain.
c.         Ada 4 ciri fundamental cara kerja pendekatan antropologi terhadap agama, yaitu :
1)   Bercorak descriptive, bukannya normative.
2)   Yang terpokok dilihat oleh pendekatan antropologi  adalah local practices , yaitu praktik konkrit dan nyata di lapangan.
3)   Antropologi selalu mencari keterhubungan dan keterkaitan antar berbagai domain kehidupan  secara lebih utuh (connections across social domains).
4)   Comparative, artinya studi dan pendekatan antropologi memerlukan perbandingan dari berbagai tradisi, sosial, budaya dan agama-agama.
d.        Ada empat hal yang harus diperhatikan dan diperjelas dalam rancangan penelitian dengan menggunakan pendekatan antropologi, yaitu: rumusan masalah, arti penting penelitian, metode penelitian dan literatur yang digunakan.
e.         Pendekatan antropologi sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, karena dalam ajaran agama banyak informasi dan uraian yang dapat dijelaskan melalui ilmu antropologi dengan cabang-cabangnya.

2.    Penutup
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Kami sadar dan tahu betul dalam makalah ini masih banyak kekurangannya. Maka dari itu, sangat mengharapkan kritik dan sarannya yang konstruktif demi kesempurnaan makalah ini.

  

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Ed. Revisi, (Jakarta: Rajawali Pres, 2012).
--------------------------------,Kamus Inggris Indonesia - Indonesian English Dictionary,   http://www.xamux.com/eng-ind_anthropology.html, diakses tanggal 14 Oktober 2013.
Abd. Shomad dalam M. Amin Abdullah, dkk., Metodologi Penelitian Agama, Pendekatan Multidisipliner, (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga, 2006).
Akbar S. Ahmad, Kearah Antropologi Islam, (Jakarta: Media Da’wah).
Amin Abdullah, Urgensi Pendekatan Antropologi Untuk Studi Agama Dan Studi Islam, http://aminabd.wordpress.com/2011/01/14/urgensi-pendekatan-antropologi-untuk-studi-agama-dan-studi-islam/ diakses 12 okt 2013.
Artikata.com, Definisi'antropologi', lihat di http://www.artikata.com/arti-319317-antropologi.html, diakses tanggal 14 Oktober 2013.
Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia; Pengantar Antropologi Agama, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2006).
M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998).
Jack David Eller, Introducing Anthropology of Religion.( New York: Routledge
270 Madison Ave, 2007).
Parsudi Suparlan,“Agama Islam: Tinjauan Disiplin Antropologi”, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam; Tinjauan antar Disiplin Ilmu, (Bandung: Nuansa bekerja sama dengan Pusjarlit, Cet. I, 1998).
Wawan, Definisi antropologi, lihat di http://wawan-satu.blogspot.com/2011/11/definisi-antropologi.html, diakses tanggal 14 Oktober 2013.





[1] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, Ed. Revisi, (Jakarta: Rajawali Pres, 2012), h. 27-28.
[2] Akbar S. Ahmad, Kearah Antropologi Islam, (Jakarta: Media Da’wah), hlm. 5-9.
[3] Wawan, Definisi antropologi, lihat di http://wawan-satu.blogspot.com/2011/11/definisi-antropologi.html, diakses tanggal 14 Oktober 2013.
[4] --------------------------------,Kamus Inggris Indonesia - Indonesian English Dictionary,   http://www.xamux.com/eng-ind_anthropology.html, diakses tanggal 14 Oktober 2013.
[5]Artikata.com, Definisi'antropologi', lihat di http://www.artikata.com/arti-319317-antropologi.html, diakses tanggal 14 Oktober 2013.
[6]Wawan, Loc. Cit.
[7]Parsudi Suparlan,“Agama Islam: Tinjauan Disiplin Antropologi”, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam; Tinjauan antar Disiplin Ilmu, (Bandung: Nuansa bekerja sama dengan Pusjarlit, Cet. I, 1998), h. 110.
[8]Abd. Shomad dalam M. Amin Abdullah, dkk., Metodologi Penelitian Agama, Pendekatan Multidisipliner, (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga, 2006), h. 62.
[9]Bustanuddin Agus, Agama dalam Kehidupan Manusia; Pengantar Antropologi Agama, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2006), h. 18.
[10]M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h. 15.
[11]Abuddin Nata, Op. Cit., h. 35.
[12]Jack David Eller, Introducing Anthropology of Religion.( New York: Routledge 270 Madison Ave, 2007), h. 2.
[13] Amin Abdullah, Urgensi Pendekatan Antropologi Untuk Studi Agama Dan Studi Islam, http://aminabd.wordpress.com/2011/01/14/urgensi-pendekatan-antropologi-untuk-studi-agama-dan-studi-islam/ diakses 12 okt 2013. 
[14] Ibid.
[15] Ibid.
[16] Ibid.
[17] Ibid.
[18] M. Atho Mudzhar, Op. Cit., h. 60.
[19] Abuddin Nata, Op. Cit., h. 36-38.

4 komentar: